Jurusan Sastra Indonesia kerap kali di anak tirikan oleh beberapa orang yang akhirnya terpaksa menjadikan pilihan terakhir ketika tidak diterima di Prodi yang diinginkan. Atau sebagai pelarian dari masalah hitung menghitung yang membuat kepala runyam dengan angka-angka yang tak ada habisnya.Â
Apalah arti Sastra Indonesia. Apa susahnya sih belajar Sasindo? Kan sehari-hari juga kita menggunakan Bahasa Indonesia? Sejak Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah juga belajar Bahasa Indonesia? Â Bukankah begitu? Jadi, di mana letak kesulitannya?
Ett ett ett tunggu dulu...
Pandangan begini harus kita gosok pelan-pelan biar ketajamannya keasah dikit, nih.
Memang dari nama Prodinya saja kayanya terlihat biasa saja, sebagian orang bahkan meremehkan seperti,
"Oh, pasti gampang lah"
"Yang penting gak ada itung-itungannya, aman"
"Cuma baca, tulis, ngarang, paling"
Hey! Sini tak sentil pankreasnya! Gumuyyy bangettt, deh.
Memang anak yang kuliah jurusan Sastra Indonesia itu memiliki stereotip sendiri loh. Mulai dari yang bagus sampai yang miring alias kayanya buruk banget. Misalnya, anak Sastra Indonesia pasti jago nulis puisi dengan gaya bahasa yang puitis.Â
Punya skill nulis atau melakukan hal-hal romantis untuk kekasihnya. Orangnya pasti nyeni. Gayanya unik-unik karena mengandalkan minat keseniannya itu. Kalau cowok kebanyakan pasti gondrong-gondrong gemes (GGG). Mata kuliah yang dipelajari pasti gampang.Â
Bagian ini orang-orang awam pasti taunya hanya belajar Bahasa Indonesia doang padahal ilmu-ilmu lain juga dipelajari, seperti filsafat, psikologi, sosiologi, linguistik dengan struktur-struktur yang bikin mumet karena ada fonologi, morfologi, sintaksis, pragmatik, dan semantik pada struktur dalam, sedangkan struktur luar ada psikolinguistik, antropolinguistik, sosiolinguistik.Â
Anak Sastra Indonesia juga belajar kehumasan, korespondensi, bahasa arab, jurnalistik, loh. Banyak mata kuliah yang diambil di dalam Sasindo, memang cenderung melibatkan baca, tulis, dan menuntut kekreatifan.Â
Setidaknya masuk jurusan Sastra, kamu harus banyak membaca buku fiksi maupun non fiksi sebab ini akan menjadi amunisi sebelum kamu membidik tepat pada sasaran. Ibarat membaca itu modal kamu masuk jurusan ini.Â
Tuntutan baca buku dengan model buku yang bergenre ringan sampai kamu harus baca buku yang nyastra banget, bisa dibilang kalau masih asing dengan bahasanya, buku itu akan terasa berat dan susah dipahami, belum lagi kebanyakan buku/novel sastra relatif tebal.Â
Tapi kamu wajib menuntaskannya dan memahaminya. Belum lagi kalau ada tugas di mata kuliah Telaah Novel. Bersyukur kalau bukunya bebas, kalau ditentukan? Dan ternyata buku yang dipilih masuk ketegori berat? Waduh!
*Auto kejang-kejang
Mempelajari berbagai tulisan di dalam Jurusan Sastra Indonesia itu tidak asal saja loh, ya. Membutuhkan wawasan, keahlian, keuletan, aturan, dan kebebasan di dalamnya.Â
Tidak semua tulisan bisa ditulis seenaknya tanpa rambu-rambu kepenulisan. Namun tidak semua tulisan juga terikat dengan aturan kepenulisan. Penggunaan rambu-rambu penulisan harus sesuai, jadi pahami apa yang sedang kamu tulis.
Untuk kamu yang menggunakan jurusan Sastra Indonesia sebagai senjata pelarian, dan kamu gak punya minat di bidang ini, kayanya ijasahmu hanya sebagai formalitas saja, oops!
Proses belajar itu sebetulnya tidak ada yang sulit ketika kita merasa memiliki kemampuan mengeksekusinya. Awalnya saya pun sangat yakin bahwa passion saya di bidang ini. Dengan pede- nya mendakwa diri sendiri mampu menulis cerpen, mampu menulis puisi, mampu menulis artikel. Ettt shombong !
Awal pertama masuk kuliah justru saya dihadapkan dengan Ilmu Bahasa, yang mempelajari dari mana Bahasa berasal? Bagaimana terciptanya Bahasa? Mengapa ada Bahasa? Sejak kapan Bahasa diciptakan? Siapa yang menciptakan Bahasa?
Pernah kah terlintas di pikiranmu?
Saya sendiri tidak pernah terlintas pemikiran sejauh itu.
Sejak saat itu saya mulai pesimis terhadap kemampuan yang saya sombongkan itu. Saya mulai berpikir bagaimana membuat cerita yang menarik, penuh intrik di dalamnya, dan tidak membuat pembaca cepat bosan. Sama halnya dengan puisi, puisi yang bermakna tidak lahir begitu saja.Â
Dia perlu latihan, latihan dan mengandung lebih banyak kosa kata di dalam kepala agar melahirkan puisi dengan diksi yang indah. Ternyata menulis dan memgarang tidak semudah orang-orang mengatakannya.
Ada satu mata kuliah yang membuat saya sendiri muak dengan adanya mata kuliah ini, yaitu Telaah Puisi. Rasanya ingin jungkir balik, ketika ada sebuah puisi yang sarat makna lalu kita disuruh menelaahnya baik dari unsur instrinsik, unsur ekstrinsik, unsur batin, dan unsur fisik.
1 puisi yang kurang dari 10 larik akan menciptakan 10 lembar hasil telaah. Mulai dari kata perkata, perkalimat, perlarik dan perbait akan dibahas, dikupas. Rasanya ingin marah-marah kalau ada tugas Telaah Puisi begini.Â
Kalau bisa, saya gak mau ambil mata kuliah ini. Tingkat kesulitannya bagi saya tidak ada yang menandingi. Â Tapi jangan sekali-kali disamakan dengan ilmu pasti, ya. Ini beda jalur~.
Ada lagi, hal yang kerap dilontarkan orang-orang awam adalah prospek pekerjaan. Prospek pekerjaan lulusan Sastra Indonesia itu tidak kalah menjamur sebetulnya dengan lulusan jurusan-jurusan lain. Cuma kalah pamor saja kayanya. Bagian ini menjadi perspektif yang cukup buruk, ya. Pengalaman saya sendiri sering kali menemui pertanyaan-pertanyaan remeh seperti,
"Lulusan Sastra kerjanya jadi apa, sih?"
"Jadi guru Bahasa Indonesia, ya?"
"Lulusnya jadi sastrawan, ya?"
"Kerjanya nulis doang? Gak perlu sekolah juga bisa!"
Beuh, gampang-gampang pala kao! Dikiranya jurusan impian memang, nyatanya huruf A B C D E sampai z saja ada bunyinya, ada proses fonologinya, ini diplajari di bagian linguistik yang membuat saya kelimpungan. Kalau tidak menguasai bidang ini sejak awal, akan susah melanjutkan ke tingkat selanjutnya.
Oiya, prospek jurusan sastra itu banyak, tahu. Seperti yang sudah dikatakan tadi, ia bisa jadi jurnalis, content writer, copywriter, editor, ahli bahasa, translator, mentok-mentoknya ya guru Bahasa memang tapi bisa diselingi dengan menulis lepas.Â
Lumayan untuk tambahan menunaikan ibadah rukun indie yang juga masuk budaya anak seni, sastra dan bidang kreatif lainnya. Anak indie yang biasanya tak bisa jauh-jauh dengan 3 rukunnya yaitu senja, kopi dan puisi. Ceileeeeeeeeh~.
"Jurusan Sasindo pasti tahu segala kosa kata yang ada di KBBI"
Hellooo~ kamu pikir saya kamus berjalan. Apalagi saya pernah mendapat pertanyaan seperti ini di suatu obrolan dengan anak kecil yang berusia kira-kira 10tahun.
"Mbak, nanti abah mau bikin franchise di sana. Mbak tahu franchise, kan? Masa kuliah sastra  Indo gatau arti franchise."
Ya allah maaaaaaaakkkkk, kalau yang nanya bukan anak orang, mungkin sudah tak jitak-jitakin otaknya. Itu franchise bahasa apa, saya kuliah jurusan apa, di mana hubugannya? Untung kau masih kecil, dek. Selamat lah dari unyeng-unyenganku.
Jadi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia itu sebetulnya gampang-gampang susah dan susah-susah gampang. Banyak beban-beban yang harus dipikul yang orang awam tidak tahu. Tapi ada hal seru-seruannya juga, loh.Â
Kita bisa memperluas jangkauan pertemanan sesama orang Sastra, saling tukar informasi mengenai lingkup Sastra, literasi, dan kegiatan-kegiatan bersama sastrawan, budayawan, seniman, penulis, penerbit dalam suatu acara tertentu.
Jadi, untuk kamu yang merasa kesulitan di jurusan sastra, coba tanyakan kembali dan pastikan lagi dirimu untuk menaklukkan jurusan ini sampai tahap akhir. Jika kamu merasa memiliki passion di bidang ini, selamat! Kamu, akan menikmati roller coaster sastra dengan keseruan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI