Mohon tunggu...
Aji Wicaksono
Aji Wicaksono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menulis Masa Depan

9 November 2017   10:00 Diperbarui: 9 November 2017   10:26 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tulisan anak yang terkumpul dapat ditafsirkan bahwa cita-cita tidak musti berupa profesi. Guru, dokter, petani, menteri, bahkan presiden tidak lagi menjadi profesi impian anak-anak saat ini. Mereka lebih memilih menjadi orang terkenal, pengusaha sukses, pesepak bola, artis, penyanyi, penemu atau pencipta sesuatu, dan pakar teknologi. Seperti cerita Zidane, siswa kelas VI jika besar nanti, ia ingin sekali membuat aplikasi yang membutuhkan identitas untuk mengaktifkannya. Kahla Felicia Az-Zalfa, siswi kelas VI menuliskan, bahwa ia ingin sekali beribadah haji bersama keluarganya. Berbeda dengan Kahla dan Zidane, Habib yang juga siswa kelas VI berkeinginan menjadi atlet bola voli nasional. Habib beranggapan bahwa pemain voli itu sangat keren.

Konsep cita-cita yang seperti itu ternyata tidak hanya terjadi pada peserta didik di SD Al Islam 2 Jamsaren. Kompas, 24 Juli 2017 memuat artikel Sahnan Rangkuti berjudul "Ketika Presiden Bukan Lagi Cita-cita Idaman" yang mengutip pertanyaan Presiden Joko Widodo tentang cita-cita kepada seorang anak bernama Rafi Fadilah (11), siswa Kelas VI SD 36 Pekanbaru, Riau.

 Rafi menyatakan dengan lantang ingin menjadi youtuber. Mendengar jawaban Rafi, presiden pun terperanjat. Sebagian besar peserta acara Hari Anak Nasional 2017 di Gedung Daerah Riau, Pekanbaru, juga tertawa riuh. Lalu, Presiden bertanya, "Mengapa bercita-cita jadi youtuber? Pasti sering buka Youtube, ya? Bapak mau tahu, seperti apa youtuber itu," tanya Presiden, Minggu (23/7). Menurut Rafi, jika aktif menggunakan Youtube dan mengunggah video-video menarik, akan banyak pelanggan alias subscriber-nya. "Jika banyak subscriber-nya, nanti bisa dapat uang banyak," kata Rafi. Dari jawaban Rafi tersebut, Syahnan menyimpulkan bahwa teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini memang telah mengubah dunia, termasuk dunia anak-anak. Kini, mereka punya mimpi berbeda tentang profesi yang dicita-citakan.

Cita-cita penting dan perlu ditulis. Menulis cita-cita berarti mendokumentasikan masa depan  anak-anak dan bangsa ini. Guru mengajak anak untuk menulis kisah tentang cita-cita menjadi kerja literasi dan semogalah menjadi amalan yang berfaedah. Selanjutnya tanggung jawab orang tua siswa bekerja sama dengan sekolah untuk mendokumentasikannya menjadi sebuah buku kumpulan cerita tentang cita-cita yang akan dibaca banyak mata. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun