Menjadi penulis tidaklah terlalu sulit di masa sekarang, banyak peluang untuk setiap orang mempublikasikan karya tulisnya baik itu karya sastra atau pun nonsastra baik berbasis platform pada aplikasi android, penerbitan berbasis online, atau laman khusus yang memuat artikel seperti Kompasiana. Tentu hal tersebut dapat membantu seseorang untuk mewujudkan mimpinya menjadi penulis.Â
Tersedianya peluang untuk mempublikasikan hasil tulisan berbanding lurus dengan kesiapan mental dan pikiran dalam memperoleh, mengelola, dan mentranformasikan gagasan menjadi sebuah karya tulis.
Penulis bukanlah profesi khusus melainkan umum yang bisa dilakukan oleh orang banyak, menjadi khusus karena setiap orang belum siap secara mental, pikiran, dan waktu dalam persoalan tulisan.Â
Apakah setiap orang punya gagasan? Tentu setiap orang memiliki gagasan yang sudah tertanam dalam pikiran atau terlintas begitu saja.Â
Gagasan bisa diperoleh melalui bahan bacaan yang tersebar pada berbagai media. Semakin sering mengonsumsi bahan bacaan semakin bertambah gagasan yang tersimpan di dalam pikiran.Â
Proses panjang dari gagasan menjadi tulisan inilah memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya. Setiap orang memiliki pola waktu berbeda ada yang bisa selesai dalam hitungan hari, minggu, bulan bahkan sampai bertahun-tahun. Namun, itu semua pada akhirnya dapat dikategorikan sebagai target dan konsekuensi. Keduanya memiliki hubungan yang dapat berpengaruh pada si penulis dan kualitas karyanya.
Penulis perlu memiliki target kapan tulisannya selesai, semakin lama tulisan diselesaikan maka konsekuensi yang diterima ialah (1) topik sudah semakin banyak ditulis oleh orang lain sehingga tulisan dari "baru" menjadi "biasa", (2) gagasan semakin bertumpuk dan akhirnya gagasan awal sebagai konsep "baru" hilang begitu saja, dan (3) penulis merasa sudah tidak memiliki motivasi untuk menyelesaikan tulisan tersebut sebab dirasa gagasannya kurang berisi.Â
Salah satu strategi terbaik adalah mulai introspeksi diri terhadap kemampuan dan peluang di masa mendatang. Kemampuan bisa tumbuh dan hilang sebab diciptakan melalui latihan secara konsisten.Â
Peluang di masa kini dan masa mendatang tentu akan berbeda sebab sesuatu yang terjadi di masa mendatang adalah perlakuan dari masa kini. Jika seseorang (mahasiswa, guru, dosen, atau profesi lainnya) sudah memutuskan untuk menjadi penulis harus siap dengan koleksi karya tulis orang lain sebagai bahan rujukan bagi gagasan baru yang akan diciptakan.
Keputusan seseorang untuk mempublikasikan hasil tulisan dan akhirnya memiliki suatu karya berupa buku tentu akan berhubungan dengan penerbitan. Saat ini penerbitan di Indonesia terbilang cukup banyak dan bahkan semakin bertambah. Oleh sebab itu, semakin terbuka peluang bagi siapa pun yang memiliki gagasan yang tersimpan cukup lama atau gagasan baru untuk dipulikasikan menjadi sebuah buku.
Setelah penulis memiliki buku yang siap diterbitkan tentu penulis perlu mempromosikan bukunya kepada pembaca untuk dimiliki selain penerbit mempromosikan buku si penulis.Â
Di berbagai penerbit mana pun baik mayor dan minor peran penulis sangat signifikan bagi eksistensi buku tersebut hingga dikonsumsi oleh pembaca.Â
Bagaimana jika penulis tidak mempromosikan bukunya? Jelas tidak akan tersebar luas bahkan berkurangnya royalti. Bukankah keinginan dari penulis adalah royalti dan popularitas? Mengapa buku ajar perguruan tinggi tidak lebih dominan dari buku karya sastra? Perbedaan bisa dari karakteristik pembaca (usia dan jenjang pendidikan). Selain itu, bahasa dan konten yang disajikan tidak "seberat" buku ajar perguruan tinggi.Â
Sumber gagasan dalam penulisan karya sastra bisa dibuat berdasarkan hasil imajinasi pengalaman diri sendiri atau orang lain, dari film yang ditonton, atau dari dongeng yang didengarkan.Â
Sementara itu, buku ajar perguruan tinggi dibuat berdasarkan kenyataan yang relevan di lapangan terhadap kurikulum mata kuliah, kebutuhan mahasiswa dan dosen, serta kesesuaian antara mata kuliah yang diampu dengan kompetensi dosen. Akan tetapi, dalam hal penyebarluasan keduanya memiliki kesamaan yaitu mempromosikan.
Penulis buku sastra (puisi, prosa, atau naskah drama) tetap perlu mempromosikan bukunya agar semakin populer dan tersebar luas. Orang yang bergiat di dunia penulisan dan publikasi harus siap berhadapan dengan persoalan promosi (gagasan seperti ini lebih diterima secara masuk akal bagi orang yang gemar publikasi tulisan (buku)).Â
Bukankah promosi sudah menjadi bagian dalam hidup? Seorang penulis perlu berpromosi agar tulisannya dapat dimiliki oleh pembaca, sekolah/perguruan tinggi swasta perlu berpromosi agar peserta didiknya bertambah, atau seorang yang mencari pekerjaan perlu mempromosikan kemampuannya agar diterima bekerja.Â
Oleh sebab itu, penulis yang memiliki gagasan kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk buku dan diedarkan secara luas oleh penerbit memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan buku tersebut terutama dalam hal finansial. Penulis perlu memiliki responsif terhadap hasil karyanya melalui keterlibatan dalam berpromosi sebagai bagian dari isi pikirannya yang telah berbentuk secara fisik (buku).**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H