Pembangunan pariwisata tidak terwujud tanpa adanya peran kelembagaan yang efektif. Dalam rangka pembangunan kepariwisataan nasional, berikut ini potensi lembaga dalam sektor pariwisata yang telah dimiliki:
Penguatan organisasi baik tingkat lokal hingga nasional.
Mutu SDM Kepariwisataan.
Pariwisata sebagai kegiatan yang multitalenta serta adanya regular yang sebagai pendukung.
Sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk menhandle aura positif di perekonomian nasional di tengah aura negatif pandemik dan presisi global, di antaranya dari sektor pariwisata, tetapi harus berani memastikan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi baru tersebut harus berkelanjutan. Tekanan ini perlu saya sampaikan, karena sejak beberapa tahun kebelakang, saya menjadi saksi bagaimana pemerintah pusat dan daerah secara terbuka memperlihatkan bentuk nyata dari sumber pertumbuhan ekonomi baru pada sektor pariwisata di Danau Toba, tapi tidak ada sisi keberlanjutan untuk pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Tidak ada yang salah dengan target untuk menemukan dan kreasi sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk Indonesia termasuk sektor pariwisata di Danau Toba tersebut. Yang menjadi masalah adalah bahwa jika pemerintah menganggap realisi dari ambisnya tersebut dari bagian dan pemenuhan kebutuhan lazim hari ini setara, agar pemerintahan pada periode ini memiliki performa baik secara ekonomi. alhasil, pemerintah pusat memaksakan realisasi segala kebutuhan di sektor pariwisata Danau Toba tanpa memikirkan masalahnya kepada Danau Toba di satu sisi atas eksensi Danau Toba di sisi lain. Dengan itu, pemerintah berusaha "menimajinasi" pembangunan sektor pariwisata di Danau Toba untuk kepentingan jangka waktu yang sifatnya sangat politik. Karena motivasi yang sangat nyangkal tersebut, keluhan publik mulai terbuka karena pasifnya aksi-aksi kurang toleransi pemerintah pusat dan daerah terhadap segala sesuatu yang terkait dengan sektor pariwisata di Danau Toba.
Atas nama akselisasi pembangunan infrastruktur pendukung sektor pariwisata (amenitas), penggusuran paksa dilakukan, eksisten hutan lindung dan komunitas adat dilantarkan, dari sumber-sumber penghidupan masyarakat lokal yang dianggap tidak sinkron dengan kepentingan sektor pariwisata tereleminasi secara sistematis. Harusnya kalau pemerintah, pusat maupun daerah, benar-benar menginginkan Danau Toba menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru, maka akselilasi pembangunan sektor pariwisata di Danau Toba harus dalam konteks pembangunan berkelanjutan, untuk kebutuhan ekonomi hari ini dan selanjutnya di satu sisi harus dilakukan dengan cara adil dan berperikemanusiaan di sisi lain.Bangunan sektor pariwisata di Danau Toba harus mengutamai kepentingan masyarakat setempat lebih dulu. Segala upaya pembangunan infrastruktur pendorong pariwisata harus sensitif terhadap asas keadilan sosial di satu sisi dan inklusif secara politik. Yang tidak kalah penting juga, harus ramah secara environment dan dilakukan dengan cara yang menghormati hak dan harga diri serta tradisi masyarakat lokal. Pemindahan paksa, pengisian hak masyarakat adat, atau penggunaan cara opresi terhadap masyarakat yang menolak proyek pariwisata pemerintah, bukanlah cara yang akan membuat sektor pariwisata di Danau Toba menjadi sektor yang berkelanjutan. Yang akan terjadi nanti dan sebaliknya. Jika gaya berpikir dan cara bertindak pemerintah tetap seperti ini, maka ada suatu waktu di mana linkungan yang rusak dan kelompok sosial budaya yang menerima dampak negatif dari ambisi pariwisata pemerintah terjadi "backlash" dan membuat semua pllaning pemerintah di Danau Toba yang akhirnya gagal.
PENGISIAN EVALUASI PEMBANGUNAN DANAU TOBA
sebagai "mass tourism" harus benar diwujudkan sampai ke level tertinggi. Karena membangun sektor pariwisata berkelanjutan di Danau Toba harus bermakna meninjau kepada Danau Toba dengan segala yang melingkupinya, mulai dari lingkungan fisiknya (hutan), lingkungan sosial budayanya, serta dengan segala kepentingan ekonomi politik dari manusianya. Dan itulah dampaknya yang terjadi hari ini. Agretifitas pembangunan fisik sebagai penopang sektor pariwisata di Danau Toba dengan potensi buat lingkungan semakin buruk, uagar terciptanya ketidakstabilan sosial budaya dan ekonomi, serta terganggu harga diri dan kehormatan masyarakat lokal di Danau Toba. Tetapi isu adat dan harga diri merupakan salah satu isu sensitif di Tanah Batak. Karena itu, akselisasi pembangunan sektor pariwisata di Danau Toba harus dievaluasi secara kompensif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H