Ghean tertawa. "Bukan harus se-ekstrem itu. Maksudku, kadang inspirasi bisa datang dari interaksi dengan orang asing... atau hal-hal kecil yang terjadi di sekitar kita. Siapa tahu, kan?"
Fira menatap Ghean penuh pertimbangan. Ia tidak tahu apa pria ini berbicara serius atau hanya melontarkan lelucon yang entah kenapa terasa sedikit jujur.
Mereka melanjutkan obrolan ringan, dari topik makanan hingga perbedaan rasa kopi di berbagai tempat. Fira jarang merasa nyaman berbicara dengan orang asing, apalagi pria seperti Ghean yang tampak hidup dalam ritme berbeda darinya. Tapi obrolan itu terasa mengalir. Tidak ada tekanan untuk menjadi menarik atau pintar---mereka hanya berbicara, tertawa, dan sesekali berhenti untuk menyeruput kopi masing-masing.
Tak terasa, waktu berlalu cepat. Ghean melirik jam di ponselnya dan tersentak. "Astaga, aku harus pergi sekarang. Kalau tidak, aku benar-benar akan terlambat ke kantor."
Fira mengangguk sambil tersenyum kecil. "Semoga kopinya cukup untuk menyelamatkan harimu."
Ghean tertawa sambil berdiri. "Oh, kopi ini menyelamatkan lebih dari itu. Terima kasih sudah berbagi meja, Fira. Mungkin lain kali kita bisa bicara lebih banyak. Tentang novelmu, misalnya."
Fira hanya mengangguk, tanpa berpikir lebih jauh. Namun, sebelum Ghean melangkah pergi, ia berbalik sejenak.
"Oh, hampir lupa. Kamu bilang kamu sedang stuck, kan?" tanya Ghean.
Fira mengangguk, sedikit bingung.
"Coba pikirkan ini: kenapa tidak tulis cerita tentang dua orang asing yang tidak sengaja bertemu di kafe?" Ghean mengedipkan mata sambil tersenyum. "Itu selalu menjadi awal yang bagus, siapa tahu bisa jadi inspirasi."
Fira terdiam sejenak, menyadari bahwa Ghean baru saja menyinggung sesuatu yang tepat mengenai hidupnya saat ini. Ia tersenyum samar. "Klise, tapi... mungkin itu bisa berhasil."