Fira akhirnya menoleh padanya. "Sering. Ini tempat favoritku buat kerja. Lebih tenang daripada rumah atau kantor."
Ghean mengangguk seolah mengerti. "Aku juga. Maksudku, kalau aku tidak terlambat seperti sekarang. Biasanya aku datang buat santai sebentar sebelum mulai hari yang panjang."
Fira tertawa kecil. "Terlambat? Dari cara kamu masuk tadi, kupikir kamu sedang melarikan diri dari sesuatu."
Ghean tersenyum sambil menunduk, seolah malu mengakui. "Hampir benar. Aku harus segera ke kantor, tapi aku butuh kopi dulu. Percayalah, aku tidak bisa berfungsi tanpa dosis kafein pagi ini."
"Jadi, kamu penggemar berat kopi?" Fira akhirnya mulai sedikit tertarik.
"Penggemar kopi? Lebih dari itu. Kopi adalah penyelamat hidup. Tanpa kopi, aku tidak yakin bisa menyelesaikan hari dengan benar." Ghean tertawa kecil, dan Fira mendapati dirinya tersenyum lagi. Percakapan yang ringan, meski tidak disengaja, perlahan-lahan membuat suasana di meja mereka terasa lebih santai.
Lalu, datanglah pesanannya---secangkir Americano panas yang tampaknya terlalu pahit untuk orang kebanyakan. Ghean menatap kopinya dengan penuh rasa syukur, seperti prajurit yang baru saja menerima amunisi di medan perang.
Fira menatapnya dengan penasaran. "Americano? Kenapa enggak cappuccino atau latte? Itu lebih populer."
Ghean menggeleng, "Americano itu seperti hidup---pahit, tapi tetap bisa dinikmati kalau kita tahu caranya."
Fira terkekeh. "Wow, puitis juga ternyata. Siapa sangka filosofi hidup bisa didapat dari secangkir kopi hitam?"
"Yah, begitulah. Pahitnya membuat kita sadar kalau yang manis itu hanya sesekali hadir, tapi tetap berharga," jawab Ghean dengan senyum tipis.