Inikan persoalan mentalitas personal, yang tidak bisa dijeneralisir. Tapi sebagai sebuah 'warning' tetap perlu untuk dicermati. Perusahaan dalam kondisi memprihatinkan, harusnya pemimpin pun turut prihatin, bukan malah belaga bego terhadap nasib perusahaan.
Sikap itu harusnya tercermin dalam perilaku dan tindakannya di keseharian. Itu yang ingin dikoreksi Menteri BUMN sebetulnya. Dan itu bukanlah sebuah kenyinyiran, tapi sebuah teguran yang bersifat positif.
Memiliki aset d iatas Rp 8.000 triliun dengan 143 bumn dan pendapatan mencapai di atas Rp 2.300 triliun dan laba bersih sudah capai di atas Rp 200 triliun. Laba Rp 200 triliun itu sudah melalui proses audit.
Apa yang sudah dicapai oleh BUMN saat ini adalah sesuatu yang membanggakan, namun tidak berarti terus terlena setelah itu. Memperbaiki kinerja BUMN dengan melakukan perombakan di 143 perusahaan bukanlah perkara mudah.
Namun upaya Menteri BUMN, Erick Thohir tersebut harus diapresiasi dan didukung sepenuhnya. Sehatnya BUMN akan sangat mempengaruhi pendapatan dan laba BUMN. Meningkatnya pendapatan BUMN, akan meningkat pula aset yang dimiliki BUMN.
Bersih-bersih yang dilakukan Erick Thohir ini sebaiknya juga bukan melakukan pembenahan di struktur jabatan BUMN, yang non struktural di BUMN juga harus dibenahi.
Sekarang ini ada tren baru, dimana wadah pegawai dan Serikat Pekerja memiliki wewenang yang luar biasa, arogansinya pun semakin mengkuatirkan. Ini juga harus ditertibkan.
Agak aneh memang sebuah organisasi Serikat Pekerja bisa mengobrak-abrik perusahaan atas dasar kepentingan kelompok. Seperti organisasi para preman yang menyusup kedalam perusahaan.
Kok Serikat Pekerja bisa Ikut menentukan pemilihan jajaran direksi perusahaan. Secara struktural keberadaan mereka diluar struktur organisasi perusahaan. Kekuatan mereka hanya berdasarkan kekuatan massa.
Pressure yang dilakukan organisasi Serikat Pekerja terhadap perusahaan memiliki implikasi yang buruk bagi keberlangsungan dan kondusifitas perusahaan. Memiliki kekuatan massa adalah menaikkan posisi tawar mereka di perusahaan.
Tingginya posisi tawar tersebutlah yang membuat Serikat Pekerja menjadi arogan. Secara serius, ini harus juga menjadi perhatian Erick Thohir. 'Gang' seperti itu tidak boleh ada didalam perusahaan.