Sebaliknya, ketegasan sikap terhadap hal-hal yang tidak benar, dan keseriusannya dalam menegakkan kebenaran, juga sangat melekat dalam ingatan para pendukung dan pengagumnya. Sehingga Ahok tetaplah dianggap sebagai seorang superhero bagi mereka.
Padahal, Ahok sedang berusaha mengubah citra negatifnya dimasa lalu. Selepas dari tahanan Mako Brimob, Basuki Tjahaya Purnama tidak ingin lagi dipanggil dengan 'Ahok', dia ingin dipanggil dengan 'BTP' saja.
Mungkin dengan dipanggil BTP dia tidak lagi melekat sebagai Ahok, tapi persoalannya, pendukungnya lebih nyaman memanggil namanya dengan Ahok ketimbang BTP.
Alangkah bijaknya kalau kita membenci atau menyukai seseorang tetap dengan rasional dan realistis. Bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain, betapa sulitnya hidup ditengah-tengah kebencian tanpa henti.
Berbagai tanggapan mengemuka di saat Ahok diberikan peluang untuk menduduki jabatan Salah satu Direksi BUMN. Ada yang pro dan ada juga yang kontra. Begitu sempit dunia ini bagi seorang Ahok.
Padahal di luar sana, seorang Nelson Mandela yang Mantan Narapidana, bisa menjadi Presiden di Afrika Selatan. Betapa berjiwa besarnya masyarakat diluar sana. Sementara kita disini, dengan bangga bisa terus memelihara kebencian atas sesama.
Lihatlah teladan yang diberikan Prabowo Subianto dan Joko Widodo, yang mengedepankan Persatuan dan kesatuan bangsa diatas kepentingan mereka. Padahal keduanya pernah berseteru hebat dalam dua Pilpres.
Sebaliknya, pendukung mereka berdua, masih terus bersiteru tidak puguh-lagu, tanpa kejelasan apa yang dijadikan seteru. Terus bergesekan di media sosial secara banal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H