Prinsip menolong itu dasarnya belas kasih atas sesama, tanpa melihat siapa yang akan ditolong. Juga tidak berpikir apakah yang akan ditolong akan membalasnya dengan kebaikan juga, karena peristiwa setelah itu adalah wilayah diluar kekuasaan kita.
Seperti halnya menolong anjing kejepit, meskipun kita tidak suka sama anjing, namun ketika kita menjumpai anjing yang terjepit, dan tidak ada satupun orang yang menolong, maka ada kewajiban kita untuk menolongnya, tanpa perlu takut apakah nantinya kalau sudah dilepas anjing tersebut akan menggigit kita atau tidak.
Yang terbersit dibenak kita saat itu tentunya cuma karena belas kasih, anjing tersebut butuh pertolongan, dan anjing adalah juga makhluk ciptaan Tuhan.
Tuhan tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia, semua ciptaan-Nya memberikan manfaat bagi sesama. Kalau anjing saja bisa dengan mudah kita beri pertolongan, tentu sesama manusia tentu harus kita perlakukan lebih dari itu.
Menolong seseorang yang sedang menghadapi masalah, selama orang tersebut dengan segala kerendahan hatinya meminta pertolongan, tentunya dengan suka cita pasti akan kita beri pertolongan.
Namun Tidak semua manusia memiliki kerendahan hati, ada juga manusia yang butuh pertolongan tapi cara yang digunakannya penuh kesombongan, bahkan dengan cara-cara yang sangat keji dan penuh fitnah yang tidak mengenakkan.
Orang seperti ini tetap harus ditolong untuk memberikan pelajaran, bahwa apa yang dia pikirkan tentang orang lain tidak seburuk apa yang dipikirkannya. Tidak perlu ragu untuk menolongnya, seperti halnya menolong anjing terjepit.
Kalaupun sudah ditolong nantinya dia tambah tidak tahu diri, biarkan saja itu menjadi urusan Tuhan, bukan lagi urusan kita yang sudah memberikan pertolongan, yang terpenting sebagai manusia kita sudah melaksanakan niat dan perbuatan baik.
Mungkin kita masih ingat dengan cerita seorang pengemis yahudi buta disudut pasar Kota Madinah, yang selalu menghasut orang-orang yang mendekatinya agar membenci Muhammad, dan memfitnahnya dengan berbagai perkataan yang keji.
Tanpa dia ketahuinya, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW, selalu datang membawakannya makanan, bahkan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW.Â
Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat. Setelah Rasulullah SAW wafat, tidak ada lagi orang yang menyuapi orang buta tersebut setiap paginya. Kebiasaan itu diteruskan oleh sahabat terdekat Rasulullah SAW, Abubakar RA. Tapi orang yahudi buta itu merasakan dan mengetahui bahwa yang sedang menyuapinya bukanlah orang yang selalu menyuapinya setiap pagi.
Akhirnya, Abubakar RA memberitahukan kalau orang yang biasa menyuapinya setiap pagi itu adalah Muhammad Rasulullah SAW, orang yang sangat dia benci selama ini. Betapa shock-nya orang yahudi buta tersebut.
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia...." Sumber
Sikap Nabi terhadap "musuh-musuhnya" yang tidak pernah merendahkan bagian dari akhlaknya yang sangat terpuji sebagaimana sabdanya yang menyatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan akhlak (Innam bu'itstu li utammima makrima al-akhlq).
Sikap Nabi demikian diperintahkan oleh Allah dalam al-Quran supaya diteladani umatnya. Karena itu meski sejatinya manusia tidak boleh mengadakan permusuhan, namun jika terpaksa memiliki "musuh" maka tidak boleh diperlakukan secara kasar dengan menista martabatnya sebagai manusia seperti menyebutnya dengan "kotoran anjing" atau "kutil babi". Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H