Maksud pernyataan itu sangat positif dan realistis. Dia ingin meyakinkan bahwa dalam penyusunan strategi pertahanan negara dasar pijakannya harus sesuatu yang masuk akal, tidak cukup hanya dengan doa.
Penyusunan strategi pertahanan harus diimplementasikan dengan Ilmu pengetahuan, sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang dimilikinya. Tapi, sesuatu yang sudah direncanakan secara matang, tetap perlu dibarengi dengan doa.
Sebagai manusia, kita tidak berkuasa atas apapun. Behasil atau tidaknya sebuah Ikhtiar atau usaha, tetap dibutuhkan dia dan harapan, agar Tuhan merestui perjuangan tersebut.
Seorang Panglima Besar Jenderal Sudirman pun dalam perang grilya tidak pernah putus berdoa, tidak pernah lepas dari wudhuk. Begitu besar keyakinannya bahwa Perjuangannya tidaklah berarti apa-apa tanpa bantuan Tuhan Yang Maha Esa.
Seperti yang diceritakan Kepala Museum Sasmitaloka Panglima Jenderal Besar Soedirman, Heru Santoso,
Jenderal Soedirman selalu menjaga menjaga wudhunya. Saat mendengar suara adzan, ia pun langsung melaksanakan shalat dalam keadaan apa pun.
"Beliau siap setiap saat untuk shalat, tidak ada nanti-nanti. Beliau adalah seseorang yang taat beribadah," kata Heru kepada Republika, Selasa (15/1).
Dari teladan yang diberikan Jenderal Sudirman diatas bisa kita simpulkan bahwa, kita tidak bisa terlalu yakin dengan kemampuan diri kita sendiri, tetaplah disetiap usaha dan perjuangan kita butuh doa, meskipun doa tidak dijadikan landasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H