Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Reformasi Setelah "Seolah-olah Demokrasi"

4 November 2019   20:34 Diperbarui: 4 November 2019   21:12 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi: Nusantaranews.com

Seharusnya, persoalan ini sudah bisa dicapai secara maksimal. Persoalan hukum dan HAM dimasa lalu masih banyak yang menggantung, sehingga persoalan ini seperti berada dalam "lingkaran setan".

Ini selalu menjadi pekerjaan rumah (PR) setiap peralihan kekuasaan, yang tidak pernah bisa terselesaikan. Selain itu, mewacanakan kembali Amandemen UUD 45 secara menyeluruh, disambut baik oleh kalangan Partai Politik.

Itu artinya semua ingin kembali ke masa lalu, dimana masa demokrasi cuma seolah-olah. Bisa jadi Presiden merupakan Mandataris MPR, kekuasaan tertinggi ada ditangan MPR. Ini hanya tinggal menunggu waktu untuk terwujud.

Inilah juga dampak dari reformasi politik, yang memosisikan DPR merupakan representasi dari partai, bukan representasi dari rakyat begitu dominan. Sehingga terkesan memiliki hegemoni keuasaan tersendiri dalam kemasan oligarki politik.

Aspirasi rakyat nyaris tak terdengar, tapi tetap mengatasnamakan kepentingan rakyat. Kekuasaan seorang presiden begitu lemah dibawah koalisi partai, membelenggu berbagai kebijakannya yang pro kepada rakyat.

21 tahun adalah waktu yang singkat untuk sebuah perubahan yang besar, tapi menjadi begitu lama kalau tidak menghasilkan perubahan apa-apa. Yang namanya perubahan, harusnya membawa kearah baru, arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Cita-cita untuk menciptakan infrastruktur hukum yang menjadi landasan dari sistem perekonomian masa depan yang lebih terbuka, fair, dan competitive. Mengenyahkan sistem "korupsi, kolusi, dan nepotisme, sudah menampakkan wujudnya.

Dan itu terbukti, kita sudah mulai memasuki zaman transparansi dan akuntabiliti. Beberapa pemerintahan daerah sudah memulai sistem penganggaran digital e-Budgeting, yang bisa diakses masyarakat secara mudah, demi transparansi anggaran.

Pengusaha yang tadinya menjadi besar karena disuapin pemerintah, sekarang pengusaha menjadi besar karena kemampuan dan keunggulan tekhnologi, managerial, dan kreativitasnya, bukan karena ditopang dan didukung oleh kekuasaan.

Lihat saja Nadiem Makarim dengan usaha Gojeknya, dan beberapa usaha unicorn, decacorn yang dikuasai oleh anak-anak muda Potensial, yang melek tekhnologi kekinian. Inikan suatu hal yang sangat menjanjikan masa depan bangsa dan negara.

Memang, untuk melakukan perubahan secara menyeluruh dibutuhkan komitmen yang tinggi, dan semua itu tidak bisa dicapai semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, yang jelas 21 tahun paskareformasi, sudah banyak impian yang bisa dicapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun