Adegannya cuma buka pintu dan turun dari Mobil, yang sebetulnya bisa disiasati dgn lebih sederhana. Satu scene itu kemarin ditunda, dan harus diambil lagi dihari berikutnya. Saya komplen sama bagian keuangan, agar satu scene itu dicoret, ternyata bagian keuangan gak berani, takut disalahkan.
Dihari berikutnya Mobil itu mau diambil lagi cuma satu scene langsung saya Tolak, karena sdh tiga hari berturut-turut diambil, namun secara esensial adegannya tdk terlalu penting. Akibatnya saya disalahkan dianggap tidak bijak dalam mengambil sebuah keputusan.
Saya mau melakukan itu karena dengan sutradara lain pernah juga saya kompromi untuk bisa mengalami adegan seperti itu, namun secara esensi tidak mengubah adegan, dan menghilangkan kualitas adegan, makanya saya berani mengambil sikap.
Memang apa yang kita lakukan belum tentu menyenangi semua pihak, tapi dalam prinsip untuk menghemat anggaran, kadang hal seperti itu harus dilakukan, terlepas dari hal tersebut akan menguntungkan perusahaan, yang penting keputusan yang diambil kita mengerti manfaatnya.
Tapi itulah masalahnya, dalam sebuah kerja bersifat kolektif, kadang setiap keputusan yang kita ambil bisa saja membuat orang lain merasa dirugikan.Â
Namun untuk prinsip menegakkan kebenaran, hal seperti itu tidak perlu dihiraukan, meskipun ada resikonya.
Dan resiko yang saya terima, saya tidak disukai, saya dianggap cari muka ke perusahaan. Bagi saya anggapan seperti itu biasa saja, itu bagian dari resiko yang harus saya terima. Belakangan hari, kesalahan saya dicari-cari, agar saya bisa disingkirkan. Yah begitulah hidup, tapi percayalah Tuhan tidak tidur, selalu ada jalan terbaik, dan rencana baik-Nya agar Kita lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H