Mungkin banyak yang belum mengenal bahwa seni melukis digital ala kubisme, yang awalnya dinamakan Foto Marak Berkotak (FMB), yang beberapa tahun belakang ini sangat digandrungi anak-anak muda baik yang berprofesi sebagai desainer grafis, atau pun pencinta Pop art.
Banyak yang menyangka kalau seni ini adalah produk asing, atau hasil karya seniman asing.Â
Ternyata tidak, seni ini dipopulerkan oleh seniman asal Indonesia. Seni grafis yang dikenal dengan istilah WPAP adalah hasil kreativitas seorang illustrator senior Indonesia.
WPAP merupakan singkatan dari Wedha's Pop Art Potrait adalah gaya seni pop art modern.Â
WPAP mempunyai ciri khas tertentu dalam penggambaran objek, di mana dalam WPAP anda akan menemukan bidang berkotak-kotak (kubis) dan penuh dengan warna-warni antar bidang tanpa menghilangkan karakter objek atau model yang digambar.
Dalam WPAP anda pasti tidak akan menemukan bidang-bidang lengkung sebab itulah WPAP mempunyai ciri khas tertentu yang membuat WPAP mempunyai keunikan tersendiri dalam segi teknik pembuatan. Seni WPAP mempunyai karakter yang kuat dan pantas diaplikasikan untuk grafis portrait.
Seni WPAP ini pertama dipopulerkan oleh, Wedha Abdul Rasyid yang akrab disapa Wedha lahir di Pekalongan, 10 Maret 1951. Â Lahir di Kota Pekalongan, yang kini dikenal sebagai Kota Batik dan Kota Kreatif UNESCO membuatnya dikenal sebagai seniman grafis Indonesia.Â
Wedha, yang juga seorang anggota ASKARLO 1969, sebutan bagi alumni SMA Negeri 1 Pekalongan (Alumni SMA Kartini Pekalongan, red)
Mulai 1977, ketika bergabung dengan majalah Hai, ia banyak membuat ilustrasi terutama karya-karya fiksi Arswendo Atmowiloto dan Hilman Hariwijaya.Â
Salah satu yang terkenal adalah karya fiksi Lupus. Di majalah itu juga ia mengerjakan potret para tokoh dunia yang menjadi liputan majalah tersebut.
Kalau Anda penggemar Majalah Hai, tentunya sangat dekat dengan karya-karyanya, karena hampir rerata illustrasi di Majalah Hai adalah karya beliau. Memang setiap seniman akan terus berproses atas tuntutan kreatif. Proses kreatif yang dilalui Wedha tergolong sangat Istimewa.
Dia menemukan gaya dan ciri khasnya sendiri, dimana hasil karyanya memenuhi standar Estetika yang sangat mumpuni.Â
Setiap seniman mempunyai kegelisahan terhadap stagnasi dalam berkarya, dan Wedha mampu keluar dari kegelisahan tersebut, yang akhirnya melahirkan sebuah aliran yang bisa dinamakan Wedhaisme.
Wedhaisme ini pada akhirnya melahirkan sebuah komunitas, yang mana anggotanya adalah anak-anak muda kreatif, yang memiliki semangat untuk mengembangkan apa yang sudah dirintis oleh Wedha. Komunitas ini dinamakan Belajar WPAP Yuk, yang banyak tersebar di media sosial.
Mereka terus menularkan "virus" WPAP bagi generasi muda Indones. Komunitas inilah yang pada akhirnya menjuluki Wedha sebagai Bapak Illustrasi Indonesia.Â
Wedha pantas menyandang gelar tersebut. Sebagai seorang disainer grafis senior, saya sendiri kagum dengan apa yang sudah dihasilkan Pak Wedha.
Saya menjadi member dari group Komunitas WPAP Indonesia yang ada di Facebook. Hampir setiap hari saya memonitor karya-karya terbaru yang dihasilkan komunitas tersebut.Â
Banyak hal-hal baru yang saya temukan dari hasil pengembangan anggota group, dan ini mencerminkan semangat mereka yang terus berusaha berinovasi.
Komunitas anak-anak muda seperti ini jelas memberikan harapan besar kepada generasi muda, dan mereka adalah asset bangsa yang sangat bermanfaat. Bukan mustahil mereka adalah bagian dari profesional yang mengisi dunia tekhnologi digital dewasa ini.
Sangat mungkin akan melahirkan Wedha-Wedha yang lainnya, yang akan terus mengembangkan dunia seni illustrasi Indonesia yang akan sangat dibutuhkan Indonesia dimasa depan. Pak Wedha selaku Bapak Ilustrasi Indonesia. Jasamu takkan kami lupakan! Good Job Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H