Saya pernah baca cerita tentang saat Ali Sadikin diminta Bung Karno untuk menjadi Gubernur DKI. Saat itu Ali Sadikin agak keberatan untuk menerima jabatan tersebut. Itu terjadi pada tahun 1966 di bulan April.
Sejatinya, Ali Sadikin tidak punya hasrat untuk menjadi Gubernur, karena ketika itu, Ali menjadi Deputi Menteri Urusan Ekuin. Menterinya adalah Sri Sultan Hamengkubowono IX.
Jadi saat dipanggil ke Istana Merdeka oleh Bung Karno, Ali Sadikin perlu bertanya apakah itu perintah.? Sebagai seorang Mantan Prajurit jelas dia selalu Siap untuk menerima perintah.
"Ali, aku angkat kamu jadi Gubernur Jakarta. Sedia?" ujar Sukarno setelah Ali tiba.
"Apa ini perintah?"
Sukarno terdiam sejenak. Lalu ia menjawab seraya tersenyum lebar, "Ya."
Dalam cerita lain yang pernah saya dengar, Bung Karno menegaskan lagi kepada Ali Sadikin,
"Ini perintah Panglima Tertinggi Republik Indonesia.."
Itulah yang membuat Ali Sadikin bersedia menerima, dan tidak bisa menolak meskipun hatinya berat menerima jabatan tersebut.
Bung Karno yakin kalau Ali Sadikin mampu membenahi Jakarta, karena Jakarta butuh pemimpin yang Koppig, dan keras dalam menegakkan aturan.Â
Sebaiknya, meskipun dia bersedia namun tidaklah bersuka cita menerima Amanah tersebut, dalam hatinya malah bertanya kenapa harus saya.
Pada 28 April 1966, Sukarno melantik Ali. Dalam acara pelantikan tersebut, akhirnya menjadi jelas alasan Sukarno memilih lelaki kelahiran Sumedang 7 Juli 1927 itu.
Ada satu pesan Bung Karno yang ternyata betul-betul sesuai dengan bayangan dan harapannya terhadap Ali Sadikin, ditengah keraguannya menerima tanggung jawab tersebut.
"Tapi, insya Allah, doe je best (berusahalah dengan sebaik-baiknya), agar supaya engkau dalam memegang kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar, juga sekian tahun lagi masih orang mengingat, dit heeft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Inilah yang dilakukan oleh Ali Sadikin," kata Sukarno.
Jadi kalau dalam konteks kekinian, orang seperti Ali Sadikin ini langka. Dikasih jabatan tidaklah bersuka cita. Sekarang malah meminta jabatan kepada Presiden dengan berbagai cara, tanpa sedikitpun rasa kuatir kalau tidak bisa menjalankan amanah dan tanggung jawab tersebut.
Untuk mendapatkan sebuah jabatan, berbagai manuver pun dilakukan agar apa yang diinginkan menjadi perhatian. Padahal menerima jabatan itu adalah menerima tanggung jawab yang berat, dibutuhkan komitmen yang tinggi, karena jabatan itu sendiri adalah ujian-Nya.
Sudah bisa diduga sebelumnya, begitu selesai komposisi kabinet akan banyak protes dilayangkan kepada Presiden. Terutama dari Partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf, maupun dari kelompok relawan yang merasa sudah berdarah-darah dalam mendukung Jokowi-Ma'ruf di Pilpres.
Sementara ketersediaan tempat untuk menampung hanya 34 kursi Menteri, plus 12 kursi wakil Menteri. Padahal menurut Presiden Jokowi, ada 300 lebih yang mengajukan untuk mengisi posisi diatas.
Memang beda zaman beda perilaku, kalau zamannya Ali Sadikin menerima jabatan itu terasa berat, karena dianggap menerima Amanah sekaligus dianggap musibah. Di zaman sekarang, jabatan itu diminta dengan berbagai cara, bahkan diterima dengan penuh suka cita, dianggap sebagai sebuah berkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H