Menteri BUMN Dahlan Iskan soal Petral, di mana sangat sulit membubarkannya karena ada kekuatan 7 langit yang mencegahnya. "Tidak berlebihan dikatakan bahwa pembukaan kembali trading arm di Singapura setelah Petral ditutup, Pertamina abaikan perintah Presiden Jokowi."
Selalu ada cara untuk mendirikan perusahaan 'broker' didalam tubuh Pertamina, ibarat kata 'mati satu tumbuh seribu'. Jokowi boleh saja memberangus Petral, yang sekian puluh tahun berdiri hanya menangguk untung triliunan rupiah pertahun, tanpa perlu kerja keras.
Namun rupanya para mafia Migas tidak pernah mati akal untuk mendirikan lagi perusahaan sejenis, didalam tubuh PT. Pertamina (persero), hanya saja berbentuk kantor pemasaran.
Anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas Fahmy Radhi mengkritik keras pembentukan trading arm baru PT Pertamina (Persero) di Singapura. Menurutnya, kantor pemasaran itu bisa jadi cikal bakal terbentuknya Petral jilid II.
Lebih cepat teridentifikasi kemana arah dan tujuan perusahaan tersebut didirikan akan lebih baik, karena dengan demikian bisa diantisipasi langkah-langkahnya, dan ditutup peluangnya untuk mendirikan Petral Jilid II.
Petral sendiri di Indonesia memang punya nama dan rekam jejak yang tak sedap, terindikasi sebagai sarang praktik mafia migas, anak usaha Pertamina ini dibubarkan pada 2015 lalu.
Baru di pemerintahan Jokowi Petral bisa dibubarkan, sebelum-sebelumnya Petral hanya dibiarkan, karena mampu menyuplai ke pundi-pundi para pemegang kebijakan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menetapkan mantan bos Petral sebagai tersangka korupsi, setelah 5 tahun lebih melakukan penyelidikan.
Lebih jauh Fahmi menganggap pendirian trading arm pertamina sangatlah tidak tepat, bahkan blunder dan memberi peluang bagi mafia migas.
"Setelah penutupan Petral, pembukaan kembali trading arm Pertamina di Singapura sangat tidak tepat, bahkan blunder yang berpotensi mengundang mafia migas," ujar Fahmi, Rabu (09/10/2019).
Ada apa dengan Pertamina, kok berusaha mencari celah untuk mendirikan kembali perusahaan broker yang sudah pernah ditutup Pemerintah. Apakah ada konspirasi mafia migas didalam tubuh Pertamina.?
Memang sejak Petral dibubarkan Pemerintahan Jokowi, para mafia migas yang selama puluhan tahun menangguk untung secara cuma-cuma, seperti cacing kepanasan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan kantor pemasaran yang dibuka di Singapura jauh berbeda dengan Petral.
Trading arm Pertamina yang ada di Singapura kini bernama Pertamina International Marketing & Distribution Pte Ltd (PIMD). Kantor pemasaran ini sendiri baru dibuka September lalu. "PIMD merupakan trading arm Pertamina dalam ekspor produk Pertamina dan jual produk pihak ke-3 ke pasar internasional," ujar Fajriyah saat dihubungi, Selasa (8/10/2019.
Apa yang dikatakan Fajriyah bisa saja benar, karena untuk mengelola produk ekspor Pertamina dibutuhkan perusahaan pemasaran, tapi kekuatiran Fahmi juga tidak salah, karena belajar dari pengalaman yang pernah terjadi.
Bagi mafia migas tidak ada yang tidak bisa menjadi celah untuk dijadikan peluang menangguk untung tanpa kerja keras. Menjadi perantara pemasaran ekspor pun bisa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.
Fahmy mengingatkan kembali susah payahnya pemerintah memberantas praktik mafia migas di Petral. "Petral akhirnya dibubarkan pada 2015 sesuai perintah Presiden Joko Widodo. Tanpa perintah Joko Widodo, Petral mustahil dibubarkan," kata dia.
Mari kita lihat seberapa besar Pemerintah bisa menghemat anggaran import migas, setelah sekian puluh tahun membuang uang sia-sia, hanya untuk mengenyangkan mafia migas.
Dengan pembubaran Petral, Pemerintah dapat meng-efisiensi sebesar US$ 208 juta (sekitar Rp 2,7 triliun). Tahun ini, sampai dengan Juni 2016, kami dapat lagi US$ 91 juta (Rp 1,1 triliun). Kalau ini diambil setahun, secara kasar saja, US$ 180 juta (Rp 2,34 triliun).
Kalau ditambahkan tahun yang lalu, bisa hampir US$ 390 juta effort (usaha) kami dalam 2 tahun (sekitar Rp 5 triliun), dampak dari proses pembubaran Petral. Seperti yang dikatakan Dirut Pertamina, Dwi Soetjipto saat wawancara khusus detikFinance.
Bisa kita bayangkan kalau saja penghematan segitu besar sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu, betapa anggaran segitu besar bisa digunakan untuk menutupi berbagai kebutuhan rakyat.
Sementara para mafia migas mengeruk keuntungan tersebut tanpa susah payah, dan membuat mereka kaya raya, tanpa pernah merasa sudah merugikan negara. Praktik seperti itu Memang harus dikikis habis, jangan diberikan peluang untuk kembali dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H