Kedua, Kemewahan fasilitas yang diterima Anggota Dewan, sudah mewakili rakyat yang diwakilinya.
Ketiga, Gaya hidup Anggota Dewan sudah mewakili gaya hidup rakyat yang Diwakilinya.
Padahal secara realitanya malah tidaklah demikian, maka ini menjadi ironi yang harus dicermati anggota Dewan. DPR representasi dari rakyat itu harus difahami dan diterjemahkan dalam tindakan nyata.
Tidaklah elok kalau Wakil rakyat kehidupannya tidak mencerminkan rakyat yang diwakilinya. Ketimpangan secara strata sosial tidak perlu dipertontonkan.
Ada juga anekdot yang dituliskan oleh Seno Gumira Ajidarma, yang saya kutip dari Koran Tempo, yang merepresentasikan kondisi dan situasi DPR dalam kacamatanya.
- Meski sudah dikecam, para Anggota Dewan tetap tidak merasa bersalah, bahkan ingin tetap terus "studi banding" keluar negeri, demi yang sakunya yang besar--tapi ada yang tidak ingin keluar negeri, walau uang sakunya tetap diminta.
- Di lobi gedung DPR, selalu banyak pemburu Proyek yang disebut "Bonek", yang kehadirannya lebih disiplin dari anggota Dewan--ketika tamu asing bertanya siapa mereka, terpaksa dikatakan mereka sebagai Demontran.
- Kawin lagi tercontohkan secara tragis, ketika seorang anggota komisi yang "boejang lapoek" memburu-buru sekretaris baru nan cantik untuk dinikahi, tapi ternyata dalam seminggu saja si cantik menghilang, karena dinikahi Ketua Komisi sebagai isteri kedua.
- Citra Dewan, tidak ada keseragaman, dan tidak kesemuanya merupakan "dosa". Misalnya ini : seorang anggota komisi beesungguh-sungguh minta rapat dipercepat agar dia bisa pulang sore. Ketika ditanya mengapa, jawabnya: "Setiap sore menjelang Maghrib saya harus memasukkan kambing-kambing saya kekandangnya". Anekdot ini seperti membuktikan bahwa para anggota Dewan baru banyak yang berasal dari kelas bawah.
Itulah beberapa anekdot yang menggambarkan DPR selama ini, dan anekdot-anekdot tersebut merupakan realitas yang memang melekat terhadap anggota dewan.
Semoga saja anggota Dewan yang baru dilantik tidak melahirkan anekdot baru dalam masyarakat, yang dampaknya memperburuk citra lembaga negara yang terhormat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H