Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Kemalasan Terlembaga" Memperburuk Kinerja DPR

28 September 2019   21:16 Diperbarui: 28 September 2019   22:45 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang bisa diapresiasi dari DPR Periode 2014-2019, ya susah jawabnya. Yang jelas mereka berhasil menciptakan oligarki kekuasaan, yang mengkooptasi Pemerintah dengan berbagai slogan dukungan semu, demi memuluskan berbagai kepentingan politik partai.

"Kemalasan yang terlembaga" mengakibatkan rendahnya capaian program legislasi RUU, dari target 49 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2017, hanya menyelesaikan 4 rancangan undang-undang (RUU) secara kumulatif terbuka.

Kebiasaan menunda proses akhir pembahasan membuat DPR tak pernah sanggup mengukir prestasi gemilang dalam bidang legislasi.

DPR kerap memanfaatkan bunyi peraturan yang membolehkan DPR memperpanjang proses pembahasan tanpa limitasi waktu yang tegas.

Aturan ini sungguh membuat kemalasan yang terlembaga, sehingga hasilnya memang buruk. Lebih buruknya lagi, setiap sidang Paripurna DPR daftar hadir anggota membuat kita miris.

Yang sukses dicapai DPR hanyalah berhasil menggolkan 5 wakil Partai menjadi Anggota BPK, ditengah keriuhan yang mereka ciptakan lewat revisi UU KPK dan RKUHP. Maka semakin nyata kekuatan oligarki politik mendominasi Pemerintahan.

Dengan menempatkan 5 wakil Partai Di BPK, yang bertugas dan mempunyai wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 

Mungkin dianggap perlu menempatkan wakil Partai di BPK, karena selama ini banyak kader Partai yang terjerat kasus korupsi.

Satu lagi, DPR berhasil memilih Ketua KPK yang sesuai dengan keinginan mereka. Tapi biasanya, begitu Ketua KPK dalam melaksanakan tugasnya, tidak sesuai ekspektasi mereka, maka KPK pun akan jadi bulan-bulanannya.

Lebih 260 juta penduduk Indonesia menggantungkan nasib pada Wakil mereka di senayan. Namun dalam prakteknya, apa yang diaspirasikan rakyat tidak terimplementasikan dalam kinerja DPR.

Sekian tahun anggota DPR terkesan hanya leyeh-leyeh, amanah untuk menampung aspirasi yang seharusnya tertuang dalame rancangan beberapa Undang-Undang, tidak mampu mereka selesaikan.

Diakhir masa jabatannya, DPR secara marathon mau memaksakan diri menyelesaikan beberapa RUU yang tertunda. Dengan mengacaukan perhatian publik, akhirnya mereka sukses mengesah revisi UU KPK yang sampai saat ini masih mengundang kontroversi.

Keberhasilan lainnya, secara oligarkis DPR sukses mengkooptasi Pemerintah, untuk melegalkan kepentingan politik mereka, lewat revisi UU KPK dan RKUHP. Pemerintah tak berdaya menghadapi berbagai tekanan masyarakat, dan mahasiswa yang menolak.

Diakhir masa jabatannya, DPR Periode 2014-2019, hanya meninggalkan masalah yang belum terselesaikan. Tanpa ada beban, masalah tersebut dilimpahkan pada DPR periode selanjutnya.

Jelas suatu hal yang mustahil, 46 RUU yang tersisa, sebagiannya ingin diselesaikan diakhir jabatan yang tinggal menghitung hari. Hanya ingin memperlihatkan bahwa DPR bekerja. Padahal banyak waktu yang terbuang sia-sia.

Kader Partai politik pendukung Pemerintah yang mendominasi parlemen pun tidak memperlihatkan upaya untuk meningkatkan citra partai, dengan kinerja yang baik, cuma menjadi Tim Hore yang tidak produktif.

Padahal seharusnya Partai pendukung Pemerintah di Parlemen, menjadi motor penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kinerja DPR. Kalau duduk diparlemen cuma untuk menjadi Tim Hore, bukan mengawasi kinerja Pemerintah, apa dong nilai lebih koalisi partai pendukung Pemerintah.

Apa coba yang bisa diapresiasi dari DPR, sampai kehabisan kata-kata untuk menuliskannya. Tidak ada yang menggembirakan, membuat hati kita senang sebagai rakyat, senang karena merasa terwakili oleh mereka.

Terima kasih DPR yang sudah mewariskan kegaduhan politik diakhir masa jabatannya.

Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun