"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka "kemajuan" sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia." ~ Pramoedya Ananta Tier
Kalau sampai Jokowi lengser akibat dari penolakan terhadap Revisi UU KPK dan RKUHP, itu adalah sebuah kenyataan yang harus diterima, artinya PDI-P dan Partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf gagal melindungi Jokowi.
Dan peristiwa ini adalah sebuah catatan buruk bagi DPR dan Partai politik yang menginisiasi revisi UU KPK dan RKUHP. Kenyataannya, PDI-P dan Partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf, mempunyai kepentingan sendiri diatas kepentingan negara dan bangsa.
Jokowi sebagai seorang pemimpin yang ingin membikin kenyataan-kenyataan baru, ternyata tidak mendapat dukungan dari Partai pendukungnya, karena mereka bukanlah bagian dari masyarakat yang menginginkan perubahan itu sendiri.
Sangat mungkin Jokowi dilengserkan, dengan masifnya gerakan mahasiswa sekarang ini yang menolak Revisi UU KPK dan RKUHP, bisa berimbas pada kekuasaan Jokowi.
Meskipun yang disasar adalah Gedung DPR-MPR, tapi Pemerintah adalah bagian dari kesepakatan pembahasan kedua Undang-Undang tersebut. Itu artinya peristiwa Pelengseran Soeharto tahun 1998 kembali terulang.
"Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai" ~Pramoedya Ananta Toer
Kita tidak bisa salahkan gerakan mahasiswa, karena sudah menjadi tugas mereka untuk mengawal Reformasi yang diamanahkan kepada mereka. Yang Salah itu para pemimpin yang selalu menganggap rakyatnya bodoh.
Tidak bisa dibilang kalau upaya DPR merevisi UU KPK dan RKUHP tanpa ada muatan politik, dan tidak bisa juga dibilang situasi ini tidak ditunggangi kepentingan lain.
Kita harus membuka mata bahwa, semua situasi yang terjadi akhir-akhir ini ada dalam satu rangkaian kepentingan yang sama, yakni Pelengseran Jokowi. Tidak bisa dinafikan bahwa semua ada dalam satu skenario.
Kalau koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf tidak punya kepentingan lain selain mendukung dan mengawal Pemerintahan Jokowi, ngapain mereka mengusulkan revisi UU KPK, yang efeknya sangat besar terhadap stabilitas politik.
Kenapa hal tersebut tidak dilakukan setelah Pelantikan Jokowi, oleh DPR Periode 2019-20124, bukan oleh DPR Periode 2014-2019 yang nyawanya sudah Diujung Tanduk.
Pada kenyataannya, Koalisi Partai pendukung Pemerintah, kalah cerdik dengan partai oposisi yang jumlahnya cuma tiga Partai. Yang pada akhirnya mereka tinggal memukul gong Pelengseran Jokowi, lewat berbagai tekanan politik diluar ring kesepakatan di Parlemen.
Akhirnya Pelengseran Jokowi hanya tinggal menunggu waktu, tinggal menunggu persetujuan Yang Maha Kuasa, karena tidak ada yang bisa terjadi dimuka bumi ini tanpa seiizin Yang Maha Kuasa.
Kalau Tuhan mengizinkan, maka Jokowi bisa dilengserkan, dan itu adalah 'Aib' bagi Partai Koalisi pendukung Pemerintah. Dan orang-orang yang memang menginginkan kejatuhan Jokowi menemukan momentumnya.
Keperkasaan PDI-P sebagai Pemenang Pemilu 2019, tidak memberikan arti apa-apa bagi kelangsungan kekuasaan Jokowi, karena meskipun memenangi Pilpres 2019, namun Jokowi tidak pernah dilantik sebagai Presiden.
Semoga saja apa yang dikuatirkan tidak terjadi, dan Jokowi tetap dilantik pada Bulan Oktober yang akan datang. Yang perlu diwaspadai adalah, komposisi Menteri di Kabinet pun akan memicu persoalan lain di internal Koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf.
Wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H