Dalam kasus ini sepertinya Presiden Jokowi menerima imformasi yang tidak akurat dari draf revisi UU KPK yang diusulkan DPR. Tidak mungkin ada dua draf usulan yang berbeda terkait revisi UU KPK, kalau itu terjadi, itu artinya memang ada kepentingan pihak ketiga didalam revisi UU KPK tersebut.
Memang sangat janggal, dipihak Pemerintah sudah merasa melakukan penolakan terhadap empat point dari draf revisi UU KPK yang diusulkan DPR, namun pada kenyataannya, apa yang ditolak Jokowi hanya dua point yang sesuai dengan draf revisi UU KPK.
Pertanyaannya kembali adalah, dari mana Presiden Jokowi mendapatkan draf revisi UU KPK yang mana 4 point isi draf tersebut ditolaknya, kenapa ada dua draf yang berbeda isi maupun substansinya.
Peneliti ICWÂ Donal Fariz curiga Jokowi disodori draf RUU KPK yang berbeda oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Bisa jadi presiden disodori draft yang lain sehingga bisa kecolongan. Hal ini semakin mempertegas bahwa presiden harus tarik Menkumham dari pembahasan RUU KPK," kata Donal.
Pertanyaannya, apa seteledor itulah Menkumham Yasonna Laoly.? Sehingga tidak berusaha untuk teliti, melakukan check and recheck sebelum menyerahkan draf tersebut ke Presiden Jokowi.
Ini jelas sebuah peristiwa yang akan memancing kegaduhan baru, dan yang akan di cemooh masyarakat adalah Presiden Jokowi, bukanlah pembantunya, meskipun pembantunya yang melakukan keteledoran.
Secara substansial Presiden Jokowi sudah menolak 4 point yang dianggap kontroversi dalam draf Revisi UU KPK yang diusulkan DPR, tapi nyatanya point yang ditolak Presiden Jokowi, secara substantif hanya 2 point, bukanlah 4 point seperti yang sudah dijelaskannya.
Jadi ada dua draf revisi UU KPK yang berbeda. Dan ini bukanlah sesuatu yang tidak disengaja, tapi memang ada indikasi disengaja untuk memanfaatkan kelemahan mediator antara Presiden Jokowi dan DPR.
Tapi sebetulnya, kalaupun ada upaya seperti itu, tetap saja nantinya setelah draf tersebut akan ditandatangani bersama, Akan tetap ketahuan bahwa secara substansial ada perbedaan, antara draf yang dibahas Presiden Jokowi, dengan draf aslinya yang ada pada DPR.
Biar bagaimanpun, yang akan menjadi acuan untuk finalisasikan secara bersama adalah apa yang sudah diketahui Presiden, dan sudah dilakukan koreksi oleh Presiden.