Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemindahan Ibu Kota Mempersatukan Jokowi dan Prabowo?

27 Agustus 2019   16:22 Diperbarui: 27 Agustus 2019   16:42 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau sekedar merancang dan melaksanakan program populis, sekedar mendapatkan tepuk tangan, tentunya sangat mudah menjadi Presiden. Namun berani mengambil resiko dari sebuah keputusan, tidak semua orang mau melakukan.

Ide pemindahan Ibu Kota bukanlah sesuatu yang populis, bahkan penuh tantangan dan resiko. Terbukti rencana tersebut banyak ditentang masyarakat, bahkan Mantan Menteri KLH Era Soeharto, Emil Salim menolak secara tegas ide tersebut.

Tahukah Anda bahwa pemindahan Ibu Kota itu justru pada akhirnya yang mempersatukan Jokowi dan Prabowo. Kebesaran hati Prabowo mau menyerahkan lahan miliknya, yang berstatus HGU kepada negara sesuai dengan komitmennya saat Pilpres 2019.

Kalau kita mengikuti kronologis sejarah rencana pemindahan Ibu Kota tersebut, seperti ada benang merahnya sejak zaman Sukarno, Soeharto, sampai Zaman Jokowi, dan kesemuanya itu di luar dugaan.

Presiden pertama Indonesia memiliki rencana pemindahan Ibu Kota juga ke daerah Kalimantan, sementara Presiden Soeharto merencanakan ke daerah Jonggol, Jawa Barat, namun lahan yang disiapkannya lebih mengarah ke Kalimantan.

Sementara Presiden Jokowi, berdasarkan survey dan perencanaannya juga mengarah ke Kalimantan, yang pada akhirnya diputuskan di wilayah Kalimantan Timur, tepatnya daerah Penajam Passer Utara dan Kutai Kertanegara.

Pada Debat calon presiden (capres) 2019 Putaran II pada Minggu malam (17/2/2019), Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) 'menyerang' capres nomor urut 02 Prabowo Subianto karena memiliki lahan yang sangat luas di Provinsi Kalimantan Timur hingga 220.000 hektare dan di Kabupaten Aceh Tengah, Daerah Istimewa Aceh seluas 120.000 hektare.

Lahan Prabowo

Dari Debat tersebut pada akhirnya menguak berbagai tabir yang ada di balik penguasaan lahan tersebut. Sebuah tabir yang menarik untuk diulas, salah satunya bagaimana cerita penguasa merangkap pengusaha yang pada akhirnya memonopoli sebagian besar lahan dan kekayaan alam di negeri ini.

Ferdy Hasiman, Peneliti Alpha Research Data Base, yang juga Penulis buku Freeport Bisnis Orang Kuat dan Kedaulatan Negara ini, mengungkapkan bahwa di Kaltim, Prabowo diketahui dari beberapa literatur, memang memiliki banyak perusahaan batu bara di bawah induk usaha Nusantara Energi dan PT Kiani Kertas Nusantara.

Kiani Kertas, kata dia, adalah kisah menarik bagaimana dua jenderal besar mulai berpisah dan dari sana juga mungkin berujung pada perbedaan pilihan politik.

Dua jenderal yang dimaksud Ferdi ialah Prabowo Subianto (Letnan Jenderal purnawirawan) dan Luhut B. Panjaitan (jenderal purnawirawan), yang kini menjadi orang kepercayaan Presiden Joko Widodo dan menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Dari rangkaian peristiwa di atas sudah bisa dibaca bagaimana benang merahnya hubungan LBP dan Prabowo, juga Pertemuan Prabowo dan Jokowi di MRT, bahkan sangat mungkin Diplomasi Nasi Goreng di Jalan Tengku Umar pun masih ada kaitannya dengan ide Pemindahan Ibu Kota tersebut.

Ini bukanlah sebuah kebetulan, semua ini tidak terlepas dari skenario Tuhan, yang memang ingin mempersatukan bangsa ini di tengah gempuran pihak-pihak yang ingin memecah belahnya. Seharusnya peristiwa ini harus disyukuri, dan harus didukung penuh.

Ferdi juga menceritakan sejarah kepemilikan tanah di era Orde Baru, dan itu bisa dibaca di sini, penulis tidak ingin membahasnya dalam artikel ini. Penulis hanya ingin membahas soal kepemilikan lahan yang digunakan Prabowo, yang sekarang akan diserahkannya kembali ke negara.

Terkait lahan yang dikuasai Prabowo tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), juga menceritakan, bagaimana Prabowo sampai memiliki lahan yang sebegitu luas tersebut.

Seperti yang dilansir detikcom, JK menyebut Prabowo memiliki lahan tersebut tapi sudah sesuai dengan UU. "Bahwa Pak Prabowo memang menguasai, tapi sesuai UU. Sesuai aturan, mana yang salah? Kebetulan waktu itu saya yang kasih itu," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2019).

Kala itu, pada 2004, JK tengah menjabat Wakil Presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Prabowo memutuskan membeli PT. Kiani Kertas yang menjadi kredit macet di Bank Mandiri.

Apa yang disampaikan JK sama seperti yang disampaikan Ferdi, secara kronologis soal kepemilikan lahan tersebut. Lahan HGU tersebut memang kapan waktu negara membutuhkan bisa dikembalikan kepada negara, dan Prabowo menepati janjinya.

Apakah terkait kepemilikan lahan itu Prabowo memiliki sangkutan terhadap negara, yang mana pada akhirnya harus dikembalikan kepada negara, wallahu'alam. Artikel ini tidak sedang membahas tentang persoalan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun