Dalam tayangan diskusi Indonesia Lawyers Club atau ILC, dengan Tema pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Kalimantan, Selasa (20/8/2019).
Selain dihadiri oleh Ikon ILC, Rocky Gerung juga dihadiri sosok Millennial yang cukup mencuri perhatian yakni, Sherly Annavita.
Kenapa saya bilang Sheryl Annavita mencuri perhatian, karena selain cantik kritiknya terhadap Jokowi pun terbilang cerdas, dan lebih cerdas jika dibandingkan dengan Rocky.
Secara substansial kritiknya sangat konstruktif, sama sekali tidak terkesan menghujat penuh kesombongan, sementara Rocky seperti biasanya cuma memberikan kritik yang cuma pedas, namun tidak beretika.
Sebagai seorang akademisi kritik yang disampaikannya lebih bermuatan hujatan dengan diksi-diksi yang sangat merendahkan Jokowi, tanpa konstruksi pemikiran seorang intlektual.
Dalam tayangan ILC yang diunggah di channel Youtube Indonesia Lawyers Club, Sherly Annavita menyampaikan beberapa poin terkait kritiknya terhadap Jokowi.
Semua yang disampaikannya secara lugas, jelas dan Terstruktur, diksi yang digunakan pun sangat mencerminkan intlektualitas yang dimilikinya, layaknya kaum terpelejar pada umumnya.
Sepintas apa yang disampaikan Sherly sangatlah mengena, dan tidak sama sekali memberikan kesan melecehkan. Seperti yang saya kutip dari Tribunews.com,
"Alasan pemindahan ibu kota karena Jakarta banjir, macet, polusi dan lain-lain. Alasan ini sedikit besarnya menohok kapasitas Jokowi sendiri dalam memerintah.
Karena bukankah salah satu program besar Pak jokowi saat jadi gubernur dan presiden, adalah tentang menangani keruwetan di Jakarta, yang didalamnya termasuk banjir, macet, polusi dan lain-lain," katanya.
Ia menyebut, bila alasan Jokowi karena permasalan tersebut, secara tidak langsung Jokowi 'mengonfirmasi' kegagalannya dalam memenuhi janjinya.
Apa yang disampaikannya tersebut adalah merupakan apa yang dia fahami tentang janji-janji Jokowi, meskipun alasan sebenarnya pemindahan Ibu Kota secara substansial bukanlah didasari oleh hal-hal yang dia sebutkan diatas.
Selain itu Sherly juga mempertanyakan soal pemerataan, yang merupakan salah satu tujuan Jokowi untuk pemindahan Ibu Kota.
Ia ragu bila pemindahan ibu kota ke Kalimantan bisa menjamin pemerataan pembangunan.
"Apakah ada jaminan bila ibu kota dipindah ke daearah akan ada jaminan pemerataan pembangunan akan membaik? apakah tidak akan memunculkan konflik baru, misal kecemburuan sosial," tuturnya.
Pertanyaan-pertanyaan kritis Sherly ini sangatlah konstruktif, dan memang perlu diperhatikan, meskipun diyakini Jokowi sudah mempertimbangkan semua hal-hal yang disampaikan Sherly.
Sebagai Millennial, aspirasi Sherly ini sangat patut diapresiasi, karena apa yang disampaikannya adalah sebuah bentuk kekuatiran dari golongan Millennial, yang memiliki perhatian terhadap kerja Pemerintah.
Bahkan Sumber dana Pemindahan Ibu Kota pun turut dibahasnya dalam diskusi tersebut. Karena menurutnya dana pemindahan Ibu Kota tersebut pastinya sangat besar, dan ada hal lain yang lebih perlu mendapat perhatian.
"Sementara di sisi lain ada pekerjaan yang lebih mendesak, seperti penganggruran, lapangan kerja, BPJS, BUMN strategis. Jangan sampai pemindahan ib kota ini mengeyampingkan hal yang seharusnya menjadi utama," jelasnya.
Atas dasar tersebut, Sherly Annavita menyimpulkan kalau rencana pemindangan ibu kota ini masih belum perlu dilakukan.
Mari kita bandingkan kritik Sherly dengan kritik Rocky Gerung, yang disampaikan Dalam diskusi ILC tersebut, yang menurut penulis Rocky masih konsisten dengan muatan kebemciannya terhadap Pemerintah.
Dalam pandangan Rocky Gerung, masyarakat sesungguhnya belum benar-benar paham perihal alasan Jokowi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.
"Sampai sekarang kita enggak tahu alasan pindah dari dan masuk ke. Pindah dari Jakarta alasannya apa, masuk ke Kalimantan alasannya apa. Bukan enggak ada alasan, justru karena keterangannya bermacam-macam," ungkap Rocky Gerung.
Padahal kenyataannya Sherly bisa memahami apa yang menjadi alasan Jokowi memindahkan Ibu Kota, disini susah terkesan Rocky ingin membangun opini bahwa Jokowi cuma mengada-ada.
Memang Rocky lebih mempersoalkan perbedaan alasan dari beberapa pejabat yang terkait dengan pemindahan tersebut, tapi seharusnya juga kalau mau dilihat secara jernih, Ibu Kota Jakarta saat ini memang sudah tidak mungkin bisa dikembangkan.
Ide pemindahan Ibu Kota bukanlah ide baru sebetul, sejak era Sukarno sampai era Pemerintahan Soeharto sudah pernah dikemukakan, hanya saja di era Pemerintahan Jokowi baru mau direalisasikan.
Dalam Pidato Kenegaraan HUT RI-74 di Gedung MPR\DPR\DPD, Jakarta pada Jumat (16/8/2019), Jokowi juga mengemukakan alasannya tentang Pemindahan Ibu Kota.
Menurut Jokowi, Ibu Kota bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa. Dia mengatakan pemindahan ibu kota tersebut dilakukan demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi.
"Ini demi visi Indonesia Maju. Indonesia yang hidup selama-lamanya," kata Jokowi.
Apa yang disampaikan Jokowi inilah yang dikritik oleh Sherly, artinya kritik Sherly sangat jelas dan tepat sasaran, kenapa malah Rocky Gerung lebih mempersoalkan hal-hal yang substansial, malah melebar ke hal-hal yang memang terkesan ingin sekedar mencari kelemahan.
Padahal seharusnya sebagai seorang akademisi, Rocky lebih bisa konstruksi dalam menyampai kritiknya, bahkan dengan diksi-diksi yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang akademisi.
Bahkan terkait diksinya yang kurang Etis itu, Karni Ilyas sempat menegurnya, disaat perdebatannya dengan Maruarar Sirait berlangsung dengan sengit, karena ada diksi yang digunakan Rocky terkesan kasar dan tidak Etis.
"Jangan diksi yang kasar lah," timpal Karni Ilyas.
"Saya enggak kasar, saya pakai itu supaya ketahuan benar apa maksud pikiran saya," pungkas Rocky Gerung.
Itulah yang penulis amati, bahwa Rocky cerdas, tapi cerdas secara intlektual saja tidak cukup, harus juga cerdas secara emosional dan spiritual. Cerdas secara intlektual saja bisa membuat seseorang menjadi congkak dan sombong, tidak mampu mengendalikan emosinya.
Jadi kalau penulis bandingkan dengan Sherly, dalam mengkritik Jokowi, Sherly lebih dewasa dan konstruktif kritiknya, sementara Rocky sangat emosional dalam menyampai kritik, sehingga kecerdasannya tertutupi oleh emosinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H