Tidak ada yang tidak mungkin didalam politik, karena politik itu adalah seni tentang kemungkinan. Termasuk juga tentang kemungkinan NasDem memilih untuk menjadi oposisi, sangatlah mungkin menjadi kenyataan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan indikator NasDem memilih untuk menjadi oposisi, salah satunya adalah konflik antara PDI Perjuangan dengan NasDem yang seperti Api dalam sekam selama ini, yang akhir-akhir ini semakin tidak bisa dibendung, dan semakin mengarah kepada perpecahan.
Inilah fenomena politik Indonesia Paska pemilu, yang oposisi bergabung dengan Koalisi Pemerintah, dan Partai koalisi pendukung Pemerintah malah memilih untuk menjadi oposisi, Gerindra bergabung masuk ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK), dan sangat mungkin NasDem keluar dan memilih menjadi Oposisi.
Masuknya Gerindra kedalam KIK diduga sebagai pemicu ketegangan NasDem dan PDI Perjuangan, tapi sebaliknya ada yang menduga, PDI Perjuangan mengajak Gerindra bergabung justeru untuk menyingkirkan NasDem dari Koalisi.
Bagi NasDem keluar dari koalisi bukanlah masalah besar, bahkan ada berspekulasi hal seperti itu sangat mungkin dilakukan oleh Surya Paloh (SP). Seperti yang dikatakan oleh seorang wartawan Senior tentang sikap dan karakter politik SP.
Anggota Dewan Redaksi Media Group Saur Hutabarat Kamis (25/7) membuat sebuah tulisan menarik tentang pertemuan Megawati-Prabowo. Dimana pada kesimpulan akhir tulisan yang mengulas tentang Pertemuan Megawati dan Prabowo tersebut seperti ini:
"Jika Gerindra dibawa PDIP masuk ke pemerintahan Jokowi jilid II, dan Jokowi menggunakan hak prerogatif menyetujuinya, semua itu sah secara konstitusional."
"Bila itu yang terjadi, kiranya juga bagus bagi demokrasi, bagi tegaknya checks and balances, bila ada partai pengusung Jokowi yang berada di luar kabinet. Inilah kawan sejati yang memilih dari parlemen mengontrol kawan yang berkuasa di pemerintahan."
"Adakah partai macam itu? Bukan mustahil Partai Nasdem mengambil pilihan itu."