Hasil keputusan sidang Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, 27/6/19, menolak semua gugatan permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandi, dan kecurangan yang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), tidak bisa dibuktikan.
Begitulah secara garis besarnya hasil keputusan Majelis Hakim MK, dengan demikian berarti pengukuhan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang Pilpres 2019 sudah memenuhi azas legalitas yang sesuai dengan ketentuan dan Perundang-undangan KPU.
Menyitir pernyataan Denny Indrayana, bahwa "yang Curang Tidak bisa menjadi Presiden," ternyata apa yang dikatakan Denny tersebut adalah benar, terlepas dari pernyataan tersebut sebetulnya dialamatkannya kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Baca juga : Yang Curang Tidak Layak Jadi Presiden
Pada kenyataannya Jokowi-Ma'ruf berhak menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019-2024, dan itu artinya Jokowi-Ma'ruf terlepas dari stigma "Curang."
Dan secara otomatis, Prabowo-Sandi dinyatakan kalah. Apakah karena "Curang" sehingga Prabowo-Sandi tidak bisa menjadi Presiden.? Perlu ditanyakan kepada Denny Indrayana kebenaran dari pernyataannya tersebut.
Sejak awal seharusnya Tim Hukum Prabowo-Sandi sudah tahu kelemahan pihaknya, bahwa mereka cuma memiliki Narasi Kecurangan, tapi tidak cukup alat bukti untuk mengungkapkan fakta hukumnya, bahwa tuduhan mereka adalah sebuah kebenaran.
Saya tidak menyangsikan kinerja Tim Hukum Prabowo-Sandi, siapa yang tidak tahu reputasi Bambang Wijayanto (BW) dan Denny Indrayana, dan teman-teman, mereka adalah pengacara handal dan sangat dikenal.
Persoalannya adalah, lemahnya alat bukti dan saksi juga sangat mempengaruhi argumentasi hukum mereka diperadilan. Kelemahan tersebut adalah kelemahan dari BPN Prabowo-Sandi yang memang tidak siap memenangkan Prabowo-Sandi sejak awal.
Banyak janji BPN yang tidak bisa direalisasikan dilapangan, hanya heboh sebatas wacana. Kehebohan ingin menguasai Jawa Tengah dan Solo, ternyata cuma isapan jempol, yang pada akhirnya sangat mempengaruhi kemenangan Prabowo-Sandi.
Sayangnya BW dan Timnya dengan mudah menerima tawaran sebagai pengacara, yang tanpa mengkaji kekuatan yang dimiliki. Selayaknya sebagai Profesional mempertimbangkan terlebih dahulu semua kelengkapan untuk berperang.
Mampu memperhitungkan menang-kalah sebelum bertanding, adalah sikap seorang profesional. Sanggup dalam perhitungan barulah dikerjakan, bukan kerja dahulu baru diperhitungkan kesanggupan.
Argumentasi hanya dibutuhkan didalam Ruang sidang, ketika sidang sudah selesai dan dinyatakan kalah, maka argumentasi apapun tidak ada lagi manfaatnya. Dalih kebenaran harus bisa diungkapkan didalam Ruang sidang, bukan diluar Ruang sidang.
Prabowo secara tidak langsung mengguratkan rasa kecewa, meskipun dalam pernyataannya menerima segala keputusan yang dihasilkan oleh MK, namun dia tetap ingin mencari upaya hukum yang lain, untuk melihat celah yang memungkin untuk menang.
Disini agak membingungkan, satu Sisi dia menerima, tapi disisi lain dia masih berusaha untuk mencari celah hukum yang lain dalam upaya Ikhtiar untuk mencari jalan kebenaran. Apakah Tim Hukum Prabowo-Sandi masih merekomendasikan hal tersebut.? Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H