Yang memberikan nuansa terkuat Kampanye tersebut lebih kepada pro khilafah adalah, dominannya atribut Ormas ketimbang atribut partai, lebih-lebih atribut yang bernuansa Islami yang dikenakan para pendukung, memang lebih memberikan nuansa keagamaan ketimbang Kampanye politik.
Karena memang Kampanye tersebut merupakan rangkaian dari ibadah ritual sholat subuh berjama'ah, sehingga sudah menjadi keharusan menggunakan atribut pakaian yang bernuansa Islami, terlepas hal ini bagian dari rencana besar tersebut.
Untuk sebuah Show of Force, Kampanye Akbar tersebut memang mempunyai daya tarik yang luar biasa, sehingga bisa menghimpun massa yang begitu banyak. Tapi kalau tidak di enounce hal-hal yang berbau keagamaan, belum tentu juga bisa mengumpulkan massa begitu banyak.
Dari beberapa perhelatan yang biasa dilakukan alumni 212, selalu mengundang daya tarik massa yang luar biasa. Kesuksesan mengumpulkan massa dalam jumlah banyak itulah yang dipraktikkan pada Kampanye Akbar tersebut, meskipun pada akhirnya Kampanye Akbar Prabowo-Sandi kehilangan substansinya.
Sebagian besar penganut Islam di Indonesia masih sangat konservatif, sehingga setiap perhelatan keagamaan, apa pun caranya mereka pasti akan datangi. Persoalannya, kondisi ini dimanfaatkan oleh orang-orang politik, baik politisi, maupun Ulama yang berpolitik, untuk memenuhi kepentingan politiknya.
Saya jadi ingat pesan Ibnu Rusyid, yang saya kutif dari Serambimata.com, seorang cendikia & ilmuwan muslim yang lahir di Andalusia Spanyol tahun 1128 M, yang mengatakan begini :
"Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkus yang batil dengan agama"
Atas dasar fakta yang belakangan memang sedang menimpa di banyak negara, pesan ini seperti keras menampar dan menusuk.Â
Negara-negara yang sejak dahulu dikenal sebagai barometer kemajuan peradaban Islam seperti Irak, Suriah, Libya, Yaman dan lainnya, kini menjadi negara yang sedang dalam masa kehancuran bahkan masuk dalam katagori negara gagal, karena konflik yang tak berkesudahan. Nyawa sudah tidak ada harganya oleh konflik berbungkus agama padahal sebenarnya berebut kuasa.
Di Indonesia, memang tak setragis itu, tapi dimana-dimana sudah bertebaran tanda akan upaya-upaya licik demi memuluskan kepentingan ingin berkuasa lalu dibungkusnya dengan embel-embel agama. Sungguh, bila ini dibiarkan bukan tidak mungkin Indonesia akan senasib dengan mereka.
Itulah yang menyebabkan agama begitu sering dimanfaatkan dalam politik, padahal kalau berpolitik dengan beragama harusnya bisa menghasilkan sesuatu yang memberikan keselamatan dan kemaslahatan bagi Ummat, tapi ketika agama dimanfaatkan untuk kepentingan politik, maka tunggulah kehancuran suatu bangsa.