"Adapun KPU itu boleh menolak perintah Presiden karena KPU punya putusan lain, namanya putusan Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengirimkan surat kepada Komisi Pemilihan Umum ( KPU). Isinya meminta KPU agar menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta terkait status pencalegan OSO.
Putusan PTUN itu menjadi pegangan OSO agar namanya kembali dicantumkan sebagai calon senator. KPU sebelumnya sudah mencoret nama OSO dari daftar caleg tetap karena rangkap jabatan di parpol.
Dari sini cukup jelas kalau secara konstitusional OSO masih punya kekuatan hukum untuk bisa menjadi Caleg DPD, atas dasar inilah Presiden menyurati KPU. Baik Presiden, maupun OSO dan KPU, sudah berada pada aturan hukum yang berlaku.
Memang kalau dilihat dari posisi politik bisa akan rancu, karena OSO merupakan Ketua Umum Partai Hanura, dan Hanura adalah bagian dari koalisi Jokowi. Tapi persoalan ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi politik, karena penyelenggaraan negara itu berazaskan Konstitusi. Selama Konstitusi membenarkan kenapa harus dipermasalahkan.
Persoalan ini dijadikan polemik hanya kebetulan disaat menjelang penyelenggaraan Pemilu 2019, sehingga dianggap bisa dijadikan celah kesalahan Presiden. Tapi secara Undang-Undang tidaklah masalah, maka tidak perlu diributkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H