Bagi lembaga survei pada umumnya, mungkin tidak penting mendramatisir hasil survei menjadi sebuah narasi yang menarik, berbeda dengan Litbang Kompas yang berbasis jurnalistik. Sebuah data saja diolah, dikemas dengan pemilihan diksi yang menggelitik pemikiran pembacanya.
Hasil survei litbang Kompas muncul disaat publik butuh pembanding, ditengah hasil survei yang hampir seragam. Pengaruh kata 'tipis' dalam kalimat, 'Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, semakin tipis.'
Juga kata 'menyempit,' dalam kalimat, 'jarak elektabilitas kedua pasangan calon semakin menyempit, 11,8 persen,' yang disuguhkan Litbang Kompas dalam hasil surveinya, langsung menghentak publik. Inilah dramatisasi narasi yang pengaruhnya luar biasa.
Berbagai interpretasi bermunculan, ada yang menanggapinya secara positif dan wajar, ada juga yang 'mencurigai' hasil yang dirilis Litbang Kompas. Muncul juga berbagai narasi negatif, dan mengaitkannya dengan kondisi politik terkini, dan meragukan independensi Litbang Kompas.
Pada kenyataannya, hasil survei tersebut tetap ingin mengatakan bahwa Joko Widodo - Ma'ruf Amin masih menang dibandingkan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, meskipun selisihnya cuma 11,8 persen, hanya saja racikan kata-kata selanjutnya sangat terasa dramatisasinya,
"Selama enam bulan, elektabilitas Jokowi-Amin turun 3,4 persen dan Prabowo-Sandi naik 4,7 persen,"
Disinilah awal mula persoalannya, berbagai media pun Ikut memainkan drama ini dengan menambahkan narasi, 'trendnya Jokowi-Amin cenderung turun, sementara Prabowo-Sandi cenderung naik.' Jelas ini sangat menghibur kubu Prabowo-Sandi, dan membuat kubu Jokowi-Amin gundah gulana.
Padahal, kalau mau dibilang 'Trend,' naik dan turun, pastinya juga berlaku pada hasil survei lembaga survei lainnya, nyatanya hasil lembaga survei lainnya tidak demikian, boleh dibilang kedua kubu stagnan.
Biar bagaimana pun, Litbang Kompas berbeda dengan Lembaga survei pada umumnya, namun tetap saja hasil survei Litbang Kompas sangatlah dinantikan, meskipun hasil survei lembaga lainnya Sama-sama menjadi perhatian publik.
Namun sebagai lembaga yang berbasis Jurnalistik, bisa jadi hasil survei Litbang Kompas pun dianggap sebagai produk jurnalistik, yang perlu dikemas tidak sekedar menyajikan data, tapi juga disajikan sesuai dengan kebutuhan imformasi jurnalistik, sehingga narasi yang disajikan didramatisir menjadi menarik.
Litbang Kompas penuh kehati-hatian dalam merilis hasil surveinya, sampai-sampai perlu memuat headline "Rapat Umum Menentukan," artinya, hasil Survei tersebut dirilis bukan atas dasar kepentingan personal, dan hal itu kebijakan standar yang berlaku dikalangan media, jadi bukanlah keputusan pimpinan redaksi.
Litbang Kompas memastikan institusinya tidak memiliki kecenderungan terhadap pasangan calon tertentu dalam melakukan survei.
Hal itu disampaikan peneliti Litbang Kompas Toto Suryaningtyas saat acara diskusi bertajuk "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?", di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).
Apa yang disampaikan Toto ini sebetulnya mempertegas tentang independensi para peneliti yang terlibat didalam survei Litbang Kompas. Jadi kecurigaan adanya politisasi dalam hasil Survei yang dirilis Litbang Kompas, tidaklah mengandung kebenaran.
Kalau hasil survei Litbang Kompas berbeda dengan hasil survei lembaga survei lainnya, jelas banyak faktor yang menyebabkannya. Secara metode bisa saja sama, tapi dalam pengolahan data pastinya masing-masing lembaga mempunya perhitungan yang berbeda, yang perlu diingat adalah, Litbang Kompas bukanlah seperti lembaga survei pada umumnya, secara basic sangat berbeda.
Hasil survei Elektabilitas pasangan Capres dan Cawapres, yang dirilis lembaga survei pada dasarnya sama saja, hanya merupakan hasil prediksi yang memperhitungkan kalau Pilpres berlangsung disaat hasil Survei dilakukan, dan itu akan berbeda dengan hasil akhir saat pemilihan yang akan dilangsungkan pada 17 April 2019 yang akan datang.
Â
Kalau melihat Ekstrapolasi Elektabilitas Capres dan Cawapres, dari tiga hasil survei yang diliris seperti dibawah ini, semua memprediksi Jokowi-Amin menang, tapi semua kembali kepada pendukungnya. Hasil ini hanyalah prediksi akhir, bisa saja berubah nantinya, dan tidak sesuai dengan gambaran ini.
Jadi sebetulnya kegalauan terhadap dramatisas hasil Survei Elektabilitas versi Litbang Kompas, hanyalah disebabkan oleh kekuatan kata-kata yang dinarasikan dalam hasil survei yang dirilis. Pada kenyataannya, Jokowi-Amin tetap saja adalah pemenangnya. Itulah hebatnya Kompas, dan itu yang membuat hasil surveinya terasa berbeda.
Yang menentukan siapa pemenangnya adalah Anda, dan masyarakat yang Ikut memilih. Kalau Anda ingin Pilihan Anda yang menjadi Pemenang, maka Anda harus hadir di TPS dan memilih Jagoan Anda. Kalau Anda sendiri tidak Ikut memilih, bagaimana mungkin Jagoan Anda akan menang.
Ingat kehadiran Anda di TPS pada tanggal 17 April 2019 yang akan datang, sangat menentukan masa depan Bangsa dan negara kedepan. Kalau Anda tidak melaksanakan hak Anda sebagai warga negara, maka perubahan yang Lebih baik terhadap bangsa dan negara ini tidak bisa diharapkan. Indonesia Maju, Andalah yang menentukan, ikuti semua aturan Dalam pemilihan, menangkan Jagoanmu, Indonesia Maju.
Sumber :
1. https://nasional.kompas.com/read/2019/03/20/05391211/survei-litbang-kompas-elektabilitas-jokowi-maruf-492-persen-prabowo-sandiaga
2. https://nasional.kompas.com/read/2019/03/26/18300991/litbang-kompas-tegaskan-hasil-surveinya-tak-terpengaruh-pilihan-politik-ke?utm_campaign=Dlvrit&utm_source=Facebook&utm_medium=Social
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H