Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Swasembada Pangan Hanya di Era Soeharto dan Jokowi

14 Februari 2019   06:33 Diperbarui: 14 Februari 2019   06:43 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah bisa dikatakan mampu mensejahterakan masyarakat, ketika ketersediaan Pangan mencukupi dan memadai, dan itu bukanlah karena disubsidi. Kemampuan menyediakan kebutuhan Pangan dari hasil produksi pertanian rakyat, adalah keberhasilan dari kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat.

Sudah seharusnya sebagai negara agraris, Indonesia mampu menyediakan kebutuhan pangan sendiri. Sebagai negara yang Gemah ripah loh jinawi, Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah, namun potensi ini terabaikan dalam waktu yang cukup lama.

Sebagai kebutuhan primer, harusnya kebutuhan pangan menjadi prioritas utama dalam pelayanan Pemerintah. Sejak Indonesia merdeka, kita baru mengalami swasembada pangan di era pemerintahan Soeharto, dan di era Pemerintahan Jokowi saat ini.

Kebutuhan pangan bukanlah kebutuhan yang sifatnya sementara, sebagai kebutuhan utama masyarakat ketersediaannya haruslah senantiasa ada. Memang, di era Orde baru Indonesia pernah swasembada pangan, namun sifatnya tidak berkelanjutan, bahkan ada yang bilang Cuma fatamorgana, tidak berkesinambungan.

Detik.com melansir, Saat itu Indonesia berhasil produksi beras sebanyak 27 juta ton, Dan mengantarkan Indonesia meraih predikat swasembada pangan di tahun 1984, di tengah konsumsi nasional yang saat itu hanya 25 juta ton atau terdapat surplus hingga 2 juta ton.

Swasembada pangan di tahun 1984 itu diakui Food and Agriculture Organization (FAO). Apa lagi, kala itu RI masih bisa menyumbang 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di sejumlah negara eropa.

Pencapaian ini tentu bukan perkara mudah, karena swasembada pangan baru dicapai Soeharto setelah 17 tahun memimpin. Artinya, butuh lebih dari 3 periode bagi Soeharto untuk bisa mencapai swasembada pangan.

Dalam konteks kekinian, sepertinya mustahil bagi siapapun presidennya untuk mencapai swasembada pangan. Karena, sejak Soeharto lengser, tak ada satupun presiden yang pernah berkuasa lebih dari 10 tahun. Itu pun, baru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang punya masa kepemimpinan 10 tahun hingga saat ini.

Pencapaian Orde Baru tersebut baru bisa diulangi oleh Pemerintahan Jokowi-JK, pemerintahan yang baru seumur jagung, sudah mampu swasembada beras di tahun kedua pemerintahan, yakni tahun 2015 dan 2016, hingga Tahun 2018 produksi beras Indonesia mengalami surplus.

Seperti yang diungkapkan Amran Sulaiman pada Kompas.com, sepanjang tahun ini, pasokan pangan cukup stabil dengan produksi pangan, utamanya beras, pada 2015 naik 6,64 persen dan pada 2016 ini naik 4,97 persen meskipun dalam kondisi cuaca ekstrem El Nino dan La Nina. "Selama dua tahun tersebut, produksi beras naik 8,3 juta ton atau setara dengan Rp 38,5 triliun. Tahun ini, tidak ada rekomendasi dan ijin impor, termasuk beras premium," kata Amran di Jakarta, 20 Desember 2016 lalu.

Kalau pemerintahan Soeharto baru bisa swasembada Setelah 17 Tahun berkuasa, sementara pemerintahan Jokowi-JK cuma butuh waktu 1 Tahun. Padahal, sebelumnya Presiden Jokowi menargetkan bisa swasembada beras, Setelah 3 tahun, pada kenyataannya lebih cepat dari perkiraan.

Butuh rentang waktu yang cukup lama baru bisa swasembada, dan Masa swasembadanya pun tidaklah langgeng. Karena setelah itu pemerintahan Soeharto kembali import beras, dan importnya pun tidak tanggung-tanggung.

Seperti dilansir Detik.com, Memasuki pertengahan tahun 1990-an, RI kembali impor beras dan jumlahnya terus membengkak. Mengutip data BPS, RI mengimpor hingga 3 juta ton beras di tahun 1995. Di akhir periode kepemimpinan Soeharto, impor beras RI mencapai puncaknya yakni sebanyak 6 juta ton di tahun 1998.

Sewaktu Masa Soeharto, swasembada juga tetap ada import, meskipun tidak banyak. Sama seperti pemerintahan Jokowi-Jk, tetap ada import di Tahun 2018, sebesar 500 ton. Import tersebut dibutuhkan untuk menjaga kestabilan harga dan cadangan beras. Tapi antara Tahun 2015-2017, Pemerintah tidak pernah import.

Seperti yang dinyatakan Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, pada Detik.com,

"Empat tahun terakhir produktivitas petani kita meningkat pesat. Modernisasi sudah berjalan dengan penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) secara masif sehingga kerja petani lebih efektif dan efisien," jelas Winarno saat dimintai keterangan, Rabu (6/2/2019).

Winarno mengungkapkan sejak tahun 2016 sampai 2018, produksi beras surplus. Faktanya, pada tahun 2016 dan 2017 sama sekali tidak ada impor. Sementara beras yang masuk pada tahun 2016 itu merupakan sisa impor tahun 2015.

Kemudian pada tahun 2018, Indonesia bahkan mengalami surplus. Berdasarkan data BPS, surplus beras 2018 sebesar 2,85 juta ton dan impor 2018 itu merupakan sebagai cadangan nasional, tidak sebagai stok utama.

Memang pemerintahan Jokowi belumlah Swasembada pangan secara keseluruhan, namun beberapa produk pertanian lainnya pun sudah mulai dieksport, pencapaian 5 tahun pemerintahan Jokowi tetaplah patut diapresiasi. Yang jelas, Presiden Jokowi sudah memenuhi janjinya untuk swasembada pangan.

Sumber : 1. Detik.com 2. Kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun