Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Bencana sebagai Sunatullah dan Azab

26 Desember 2018   08:04 Diperbarui: 26 Desember 2018   08:39 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang kadang tidak mudah memahami apa penyebab terjadinya sebuah bencana, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda. Persepsi itupun didasari oleh wawasan dan pengetahuan yang dimiliki. Tidak banyak yang bisa memahami dan menyikapinya dengan bijak, yang banyak malah melihat sebuah bencana hanya semata sebagai azab Allah.

Secara ilmiah mungkin akan melihat kondisi geography Indonesia yang dikelilingi oleh Cincin Api, akan sangat berpotensi untuk terjadinya gempa, dan gempa sendiri memiliki potensi untuk menyebabkan Tsunami. Namun apa yang terjadi di Tanjung Lesung, Banten, adalah sesuatu yang tidak biasa, karena tsunami yang terjadi tidak didahulukan oleh gempa.

Jelas hal seperti itu diluar perhitungan manusia, maka sebagian orang menganggap bencana itu adalah Sunatullah, takdir Allah yang memang harus terjadi. Rusaknya ekosistem akibat ulah manusiapun, bisa menyebabkan terjadinya bencana. Manusia yang merusak Alam, maka manusia juga yang akan menangguk akibatnya.

Tidak semua bencana bisa dikatakan sebagai Azab Allah, sifat Allah itu Maha Pengasih, manusia diazab oleh perbuatannya sendiri. Kalau bencana itu semata karena prilaku maksiat dan dosa manusia, bisa jadi tiap hari Las Vegas itu akan diazab Allah dengan berbagai bencana, semua pastinya tahu seperti apa kehidupan maksiat dikota tersebut.

Seperti tadi malam saya mengobrol dengan para tetangga disekitar rumah, mereka membahas beberapa bencana yang terjadi akhir-akhir ini dibeberapa daerah diwilayah Indonesia. Mereka mengatakan bahwa, daerah yang terkenal Tsunami itu hampir rerata daerah pantai, sementara pantai itu sangat erat kaitannya dengan maksiat.

Saya cuma mendengarkan celoteh mereka, karena saya juga tidak punya ilmu untuk menjelaskan secara ilmiah kenapa sebuah bencana sering terjadi di Indonesia. Kalaupun dijelaskan bahwa Indonesia itu dikelilingi oleh Cincin Api, tetap saja mereka tidak Akan ingin memahaminya, karena mindset-nya sudah terpatri bahwa bencana itu erat kaitannya dengan perbuatan maksiat.

Tsunami adalah sunnatullah bekerjanya alam yang bisa menimpa siapa saja," tulis Mahfud Md melalui akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, seperti dilihat detikcom, Senin (24/12/2018).

Menurut Mahfud, tidak tepat jika tsunami dinilai sebagai azab karena banyaknya dosa. Hal ini karena banyak komunitas yang bukan orang jahat juga menjadi korban tsunami.

Lebih jauh Mahfud MD juga mengatakan,

"Saya sampaikan itu karena yang dulu (seperti bencana Palu, NTB) dikontroversikan secara politik. Yang satu bilang azab, yang lain bilang ujian. Padahal korbannya bercampur-campur aliran politiknya dan banyak orang baiknya. Allah Maha-pengasih, tak mungkin mengazab dengan membabi-buta. Itu sunnatullah," imbuhnya.(detikcom)

Senada dengan Mahfud MD, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamadyah, Haedar Nashir mengatakan,

"Maksiat tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya penyebab bencana," ucapnya.

Dia juga menerangkan, di dalam Al-Quran setidaknya ada dua jenis penyebab kejadian fenomena alam. Pertama, memang karena keadaan alam yang mengharuskan terjadinya pergerakan yang tidak seperti biasanya. Kedua, karena perbuatan manusia. Namun demikian, kedua-duanya tidak terlepas dari Sunnatullah.

Sehingga dari segala kemungkinan tersebut, manusia memang harus menjaga ekosistem alam. Karena alam juga akan merespon perilaku manusia terhadapnya. Haedar mencontohkan dengan perbuatan orang yang membuang sampah sembarangan akan menganggu ekosistem dan bisa menyebabkan banjir, jika sampah itu menumpuk di jalur air. (Moslemobsession.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun