Bagaimana sikap penegak hukum dan Bawaslu terhadap Kampanye Hitam dalam kemasan Agama, yang dilakukan oleh FPI dengan dalih Acara Doa Untuk Bangsa yang diselenggarakan di Monumen Nasional (Monas) Jakarta pada Sabtu 29 September 2018.
Dalam acara tersebut disamping pemutaran Film Penghianatan G 30 S PKI, juga menyebarkan buku yang berjudul "PKI, Apa dan Bagaimana,?" Dalam salah satu halaman buku tersebut membahas juga tentang PKI dan Jokowi.
Kenapa acara yang agung tersebut dikotori oleh penyebaran buku yang berisikan fitnah terhadap Presiden Jokowi. Lagi dan lagi tuduhan PKI dilakukan disaat momentum Pilpres 2019. Yang tidak habis pikir, bagaimana Ulama sekelas HRS tidak tabayun terlebih dahulu dalam menuliskan buku tersebut.
Bukankah seharusnya Ulama sekelas HRS itu bisa membedakan mana yang baik, dan Mana yang buruk, mana yang fitnah dan mana yang bukan. Bahkan tahu apa hukumnya dalam Islam menyebarkan sesuatu yang belum jelas Fakta kebenarannya.
Pengamat hukum Fajar Trio Winarko pun mendesak kepolisian dan Bawaslu untuk mengusut penyebaran buku kampanye hitam tersebut. "Para pelaku bisa dijerat pasal 311 dan 310 KUHP tentang penghinaan dan penyebaran fitnah dengan ancaman penjara 4 tahun," kata Fajar menjawab MataIndonesia.id, di Jakarta, Minggu 30 September 2018.
Sebagai informasi, Pasal 311 ayat 1 berbunyi:
Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Secara hukum FPI dan HRS harus mempertanggungjawabkan isi buku tersebut. Sebelumnya buku seperti ini pun sudah pernah beredar, dan penulisnya pun sudah berurusan dengan pihak kepolisian. Kalau kepolisian tidak cepat mengambil tindakan, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.
Dalam konteks Pilpres, masih menurut fajar, UU 8/2015, secara tegas disebutkan bahwa melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat merupakan bentuk kampanye hitam atau black campaign.
Ia juga mendesak polisi membongkar dalang atau pendana pembuatan buku tersebut. Jika ada parpol atau pasangan capres yang terbukti menyokong dana, maka peserta pemilu berpotensi melakukan pelanggaran.
Jelas dalam hal ini FPI tidaklah berdiri sendiri, jelas ada yang mensponsori penerbitan buku tersebut. Tidak terlalu sulit sebetulnya mencari siapa yang menjadi dalang dan mensponsori FPI dalam menerbitkan buku tersebut, apa motivasi Politik yang terkemas dalam penyebaran buku tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H