[caption caption="gambar : www.newsth.com"][/caption]
Ahok harusnya berusaha memahami bagaimana mengurus “Manusia Kesenian,” seperti almarhum Bang Ali Sadikin. Kalau Ahok faham bagaimana menghadapi manusia kesenian (seniman), tentunya Ahok tidak akan menggunakan Unit Pengelola Tekhnis (UPT) untuk mengelola Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM). Dengan mempekerjakan UPT yang mentalitasnya PNS, untuk mengelola PKJ TIM, maka UPT tidak akan bisa memperlakukan seniman seperti yang diinginkan Bang Ali.
Jadi wajar saja kalau Masyarakat Seniman Jakarta (MSJ) menganjurkan Ahok untuk belajar kebudayaan, agar Ahok bisa mengerti dan menghargai kebudayaan. Itulah yang dikatakan Radhar Panca Dahana dari MSJ. MSJ menolak keras rencana Pemerintah Provinsi DKI untuk menggunakan Unit Pengelolaan Teknis (UPT) dalam mengelola Taman Ismail Marzuki.
Radhar bahkan mengusulkan agar Ahok memahami esensi kebudayaan sebelum memutuskan masa depan pengelolaan TIM.
"Ahok tidak paham kebudayaan dan Ahok keliru. Karena keliru lebih baik tidak usah bicara kebudayaan. Dia lebih ngerti sampah dan kali. Bahkan dulu dia tidak ngerti sampah dan kali. Tapi dia belajar, kenapa dia enggak belajar kebudayaan. Dia kenapa juga tidak ngobrol dengan penggiat kebudayaan. Apa kesulitanya?," ujar Radhar Panca Dahana, di TIM, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2015).
Mungkin Ahok harus mempelajari sejarah berdirinya PKJ TIM, yang diprakarsai mantan Gubernur DKI, Ali Sadikin, yang biasa disapa secara akrab Bang Ali. PKJ TIM didirikan atas dasar kepedulian Bang Ali terhadap nasib para seniman, khususnya Seniman yang ada diwilayah pemerintahannya. Bagaimana upaya Bang Ali memotivasi para seniman agar terus berkarya, dengan fasilitas yang disediakan Pemprov. DKI Jakarta.
Kalau para seniman menolak UPT mengelola PKJ TIM tentu ada dasarnya, penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Para seniman TIM tidak ingin berhadapan dengan para birokrat yang tidak memahami bagaimana bekerja sama dengan seniman, birokrat yang hanya bekerja sesuai dengan ketentuan waktu kerja PNS. Sementara berkesenian tidaklah seperti waktu jam kerja PNS yang sudah tetap.
Para seniman menolak UPT, bukan berarti berambisi untuk terjun mengelola PKJ TIM, karena memang bukan kapasitas seniman untuk mengelola PKJ TIM. Tugas seniman hanya berkarya dan berkesenian, tugas pemprov DKI memfasilitasinya. Begitulah yang dilakukan Bang Ali selama beliau memimpin DKI Jakarta dalam menghadapi para seniman. Dengan demikian antara seniman dan Pemprov DKI menjalankan kewajibannya masing-masing.
Ada baiknya Ahok melakukan audiensi dengan para seniman, supaya antara seniman dan pemprov DKI Jakarta bisa bersinergi memajukan kesenian Indonesia. Ahok tidak boleh egois menganggap seniman merongrong subsidi pemprov DKI. Seniman TIM hanya menuntut apa yang menjadi haknya, dan pemprov DKI melaksanakan kewajibannya. Kalau memang Ahok mempunya cara yang lebih baik untuk mengelola PKJ TIM, seharusnya Ahok pun mengajak seniman Jakarta mendukung idenya tersebut, bukan malah membiarkan seniman Jakarta memikirkan nasibnya sendiri.
Sumber berita : http://m.metrotvnews.com/read/2015/11/11/189524
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H