Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saatnya "Karakter Figur" menjadi Pilihan

15 September 2012   02:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:26 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada DKI Jakarta sangat mungkin dijadikan Barometer Pilkada lainnya, juga bagi Pilpres 2014. Karakter Figur seorang pemimpin lebih dilihat dan menjadi pilihan ketimbang melihat pemaparan isi visi dan misi. Karena masyarakat sudah sangat paham, bahwa visi dan misi hanyalah sekedar pepesan kosong dan janji politik.

Karakter Figur menjadi maghnet tersendiri, karakter figur memang bisa direkayasa lewat pencitraan, tapi pencitraan atau tidaknya bisa dilihat dari jejak rekam prestasi seorang figur yang menjadi calon pemimpin. Karakter figur yang dibangun lewat pencitraan, akan cenderung berkompetisi secara tidak sehat, lain halnya dengan karakter figur yang murni tanpa pencitraan.

Salah satu contoh Karakter figur yang dibangun lewat pencitraan adalah SBY, semua publik begitu terpesona oleh kehadirannya, disamping memang performanya yang simpati, juga dikarenakan SBY saat itu adalah sosok figur yang terdzolimi oleh penguasa, sehingga dengan mudah mendapatkan dukungan.

Pada periode pertama masa jabatannya, pemerintahan SBY terbilang gemilang, namun sayangnya diperiode kedua malah ketahuan belangnya, sehingga dengan demikian citra dan elektabilitasnya menurun secara drastis. Sekarang bermunculan calon pemimpin dengan berbagai kemasan pencitraan, tapi masyarakat pun semakin berpengalaman dalam memilih pemimpin, sehingga mana yang mengemas diri dengan pencitraan semakin kelihatan.

Yang menjadi harapan masyarakat sekarang ini adalah, sosok figur yang memiliki karakter yang kuat, mempunyai integritas, jujur dan amanah. Karakter seperti ini pun semakin banyak mengemuka, tinggal lagi peluangnya untuk ikut dalam pemilihan yang dinantikan. Karena sistem multipartai sekarang ini lebih cenderung mengusung para calon yang lebih memikirkan kepentingan partai, ketimbang mengusung pemimpin yang benar-benar akan dipilih masyarakat.

Disinilah dibutuhkan kecerdasan partai dalam mengusung calon pemimpin, kalau tidak menyadari bahwa sekarang ini adalah eranya Politik Figur, bukan Politik Partai, maka partai akan ditinggalkan konstituennya. Dalam Pilkada DKI Jakarta sekarang ini semua tergambarkan dengan jelas, bahwa karakter figur sangatlah menentukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun