Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kasus Bima, Polri Bertindak Tidak Sesuai Protap

26 Desember 2011   06:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:45 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polri memiliki prosedur tetap, untuk menanggulangi pendemo anarkis, prosedur tersebut yakni Prosedur Tetap (Protap) Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis terhadap pendemo. Protap ini pertama kali dibuat oleh Kapolri Era Jenderal (pur) Bambang Hendarso Danuri (BHD).

Protap ini ternyata diterjemahkan dilapangan tanpa hati nurani lagi. Inti dari protap ini adalah penanganan tindakan brutal sekelompok massa. Isi protap ini, jika memang anggota Polri melihat adanya tindakan brutal maka dia perlu melaporkan kepada komando agar ditindaklanjuti dengan mengirim jumlah personel lebih banyak.

Apakah sudah ada tindakan brutal dari para pendemo di Bima ? Apakah prosedur yang diterapkan dalam penanggulangan pendemo sudah sesuai Protap ? Inilah perlu diteliti lebih jauh lagi. Terlalu gegabah petinggi polri mengatakan penembakan terhadap para demontrans tersebut sudah sesuai dengan prosedur, lalu pertanyaannya prosedur yang mana ?

Tindakan brutal dan anarkis pun harus dilihat dari tingkat eskalasinya. Jika semakin mengancam masyarakat sekitar maka tindakan Polri pun harus lebih tegas. Polri pertama kali berkewajiban memberikan tembakan peringatan. Jika tidak diindahkan maka Polri dapat membekuk. Jika melawan maka Polri boleh melumpuhkan dengan menembak bagian tubuh tertentu, seperti kaki agar tidak dapat berlari.

Pertanyaannya, sudahkah Polri melakukan prosedur seperti ini, karena kalau dilihat dari tayangan video yang disajikan Metro Tv tadi pagi (26/12/2011), Polri langsung melakukan tindakan pembubaran massa dengan melakukan tembakan, sehingga banyak korban yang terluka dan membubarkan diri dari kerumunan massa.

Memang hasilnya masyarakat bubar, tapi itu karena ada diantara mereka yang mati dan terluka karena tertembak. Padahal secara prosedural tidaklah harusnya demikian, lantas kenapa Polri sampai hati melakukan tembakan yang mematikan, padahal masyarakat tidak terlihat melakukan penyerangan terhadap aparat Polri, dan itu terbukti tidak ada aparat Polri yang terluka.

Protap ini dikeluarkan setelah Polri dinilai gagal menindak insiden bentrokan massa di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, setahun lalu. Dalam bentrokan dengan eskalasi tinggi itu Polri tak mampu berbuat apa-apa. Dua kubu massa saling menyerang dengan pistol dan senjata tajam jenis pedang dan pisau. Tiga orang tewas menggenaskan dalam insiden berdarah itu. Insiden itu kemudian mengilhami Kapolri untuk membuat protap penanganan eskalasi massa.

Sumber berita dikutip dari: Republika.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun