Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengamati Kritik Sastra Hilda@Hammer di Kompasiana

8 Desember 2011   17:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:40 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalaulah Kompasiana itu dikategorikan sebagai New Media, maka isi dan penyajiannya pun haruslah "New" juga, pemikiran yang dituangkan juga pemikiran baru yang berwawasan jauh kedepan, yang menerobos segala bentuk pakem, untuk melahirkan kreativitas baru. Dalam tulisan ini saya khusus ingin membahas tentang konten Kanal Fiksiana, yang akhir-akhir ini sering di perbincangkan. Tapi sebelum membahas masalah itu, saya ingin mengapresiasi Kritik yang pernah lontarkan Hilda@Hammer. Didalam kegiatan penulisan khususnya "Sastra" sangat dibutuhkan adanya Kritik Sastra, hanya saja dalam New Media, ada bagusnya kritik sastra lebih pada pengamatan jenis karya tulis yang disajikan. Maksud saya begini, kritik sastra lebih melihat perkembangan karya tulis yang sesuai dengan kekinian. Karena pakem dalam kesenian itu tidaklah eksak, dia tidak baku, dia sangat lentur sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Produk seni bukanlah produk baku yang eksak, disinilah peranan kritikus seni untuk memilah-milahnya. Saya tidak tahu apakah ada karya sastra yang tergolong new age, yang mewakili karya-karya penulis masa kini, karena saya sendiri juga mengamati ada perkembangan baru dalam penulisan karya sastra, mungkin juga kita perlu memberikan contoh karya sastra yang sangat sastrawi, sebagai acuan penulisan karya sastra, agar tidak terjadi kesalahfahaman antara penulis "Sastra" dikompasiana ini dengan Pengamat Sastra. Setiap periodesasi sastra mempunyai karakter penulisan yang berbeda, masa Sutan Takdir Alisyahbana, tentu sangat berbeda dengan periodesasi WS Rendra, dan Periodesasi WS Rendra sudah diobrak lagi oleh Eddy D.Iskandar yang laris manis. Selanjutnya muncul lagi gaya penulisan Hilman Hariwijaya dengan Lupusnya. Apakah yang Eddy D.Iskandar dan Hilman ini tergolong karya sastra ? Saya gak bisa memberikan penilaian, hanya orang yang memahami dunia sastralah yang bisa menilainya, namun karya mereka tetaplah masuk dalam catatan sejarah sastra Indonesia. Maka dari itu, saya mengatakan sekali lagi Keberadaan Kritikus Sastra itu penting adanya, hanya saja mungkin lebih pada memilih dan memilah karya fiksi yang ada di Kompasiana ini, pastilah ada yang mewakili karya sastra, hanya saja mungkin Genre sastranya yang berbeda-beda. Disinilah kritikus sastra melakukan pengamatannya. Kalau saya pribadi melihatnya ada banyak karya teman-teman di kanal Fiksiana yang berbau sastra, hanya saja saya tidak punya pengetahuan untuk mengatakannya termasuk karya sastra seperti apa karya mereka tersebut, ada juga tulisannya yang sangat sastrawi (menurut saya)...hehehehehe...cuma saya gak bisa menyebutkan karya siapa saja..karena ora elok kalo saya katakan disini hehehehehehe. Semoga saja tulisan ini bisa menjawab beberapa Kritik Mbak Hilda@Hammer terhadap karya fiksi di Kompasiana, saya menulis ini bukanlah dalam kapasitas sebagai seorang penulis karya sastra, kompetensi saya hanya sebagai pekerja seni, yang mencoba menggunakan kacamata seni dalam melihat persoalan yang ada. Tulisan ini saya dedikasikan pada Hilda@Hammer khususnya, dan untuk pencinta fiksi pada umumnya. Salam Ajinatha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun