Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diduga Istana Berperan Dalam Pemberian Gelar HC Pada Raja Saudi Arabia

6 September 2011   04:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:12 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik sekitar pemberian Gelar Honoris Causa masih terus bergulir, Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Dyah Pitaloka, menengarai ada "peran" Istana di balik pemberian gelar doktor honoris causa kepada Raja Arab Saudi beberapa waktu lalu oleh Universitas Indonesia. Dugaan Rieke ini bukanlah tidak beralasan, kuat dugaannya keterlibatan Istana dalam pemberian gelar tersebut terkait perbaikan Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi selepas Moratotorium TKI, seperti yang dikatakannya pada Tempo interaktif : Pemberian gelar kehormatan tersebut bukan hanya menjadi urusan UI semata, tapi juga pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Soalnya, persetujuan dari Mendiknas pasti diketahui oleh SBY. "Saya enggak yakin pemerintah tidak tahu," ujarnya. Menurut Rieke, pemerintah menjadikan momentum pemberian gelar kehormatan kepada Raja Saudi sebagai alat untuk memperbaiki hubungan dengan pemerintah Arab Saudi yang sempat renggang akibat kejadian pemberhentian sementara (moratorium) pengiriman tenaga kerja Indonesia per 1 Agustus lalu. Ditambah lagi bisnis pengiriman TKI melibatkan uang yang tidak sedikit, mulai dari asuransi hingga penerimaan negara bukan pajak. "UI hanya dijadikan alat oleh pemerintah," katanya. Dugaan Rieke adanya keterlibatan Istana dibalik pemberian Gelar HC ini hampir bisa dibenarkan jika dikaitkan dengan pernyataan Rektor UI, Sidik Gumelar, salah satu maksud dari pemberian gelar tersebut guna memperbaiki hubungan kerjasama secara diplomatik kedua negara, seperti yang dikatakannya pada media: “Penilaian diberikan berdasarkan mengikuti beberapa guru besar, Majelis Wali Amanah, dan Senat Akademik Uneversitas (SAU),”paparnya Bahkan menurut Gumilar, pemberian gelar Doktor HC terhadap Raja Saudi Arabia diharapkan dapat membentuk suatu bentuk hubungan kerjasama secara diplomatik kedua Negara. “Kita berencana membantu pemerintah untuk membentuk kerjasama melalui University of State untuk melihat Negara Indonesia lebih baik dari negara manapun,”ungkapnya. Pada point memperbaiki hubungan kerjasama Diplomatik, sangat mungkin ada peran istana, karena kalau hanya mengacu pada persyaratan pemberian gelar Honoris Causa, berdasar ketentuan yang tertera pada Wikipedia, tentunya pemberian gelar tersebut kurang memenuhi persayaratan. Adapun kriteria bagi jasa dan atau karya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia sehingga penggagas/pelakunya dapat menerima gelar Doktor Kehormatan ialah karya atau jasa, seperti yang tertera pada Wikipedia : - Yang luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, dan pengajaran, - Yang sangat berarti bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya, - Yang sangat bermanfaat bagi kemajuan atau kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa dan Negara pada khususnya serta umat manusia pada umumnya, - Yang secara luar biasa mengembangkan hubungan baik dan bermanfaat antara Bangsa dan Negara dengan Bangsa dan Negara lain di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya, dan - Yang secara luar biasa menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan Perguruan Tinggi. Rieke menilai pemerintah dan UI sudah mengabaikan unsur kemanusiaan dalam pemberian gelar kehormatan kepada Raja Saudi. Soalnya, pelanggaran kemanusiaan terhadap TKI di Saudi sudah menjadi persoalan kemanusiaan universal. "Pemerintah harus mendefinisikan ulang arti kemanusiaan, termasuk UI," ujar dia. Mengenai adanya tudingan bahwa Gumilar arogann dan gegabah dalam memberikan gelar Doktor HC kepada Raja Saudi Arabia, padahal belum lama ini Arab Saudi telah menjatuhkan hukuman pancung terhadap Ruyati, TKW asal Indonesia, hal itu ditepisnya. “Saat pembelian gelar, diketahui oleh Guru Besar dari masing-masing tim yang ikut mereview penilaian berhak atau tidaknya gelar Doktor HC diberikan kepada seseorang,” kata Gumilar. Memang sangat tidak mungkin kalau pemberian gelar tersebut hanya menjadi tanggung jawab Rektor UI, semua yangbterlibat dalam pengesahan pemberian gelar juga harus ikut bertanggung jawab, jika memang pemberian gelar tersebut dianggap menyalahi aturan, tidak bisa kesalahan itu hanya menjadi tanggung jawab rektor UI, apakah ada upaya untu menggulingkan Rektor UI secara politis lewat permasalahan ini ? Wallahu alam.. Sumber tulisan dikutf dari berbagai media online, Tempo interaktif, poskota dan lain sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun