Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Online, "Pelahap Isu Hoax" Nomor Satu

20 Desember 2014   02:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:55 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="590" caption="Foto illustrasi : www.paranormalpeopleonline.com"][/caption] Penulis memang tidak mengeneralisir semua media online menjadi pelahap isu hoax nomor satu, tapi sebagian besar media online melakukan hal itu. Di Era keterbukaan informasi sekarang ini, isi pemberitaan tidak lagi bisa dikontrol, ditambah lagi semakin banyaknya media online yang dikelola dengan mengabaikan etika jurnalistik, tidak adanya klarifikasi dan verifikasi berita yang akan ditayangkan, sehingga bermunculan isu-isu Hoax yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Isu dan pemelintiran berita menjadi barang dagangan media online seperti itu, tanpa kita sebutkan media online apa saja yang melakukan praktik seperti itu, publik sudah tahu. Fenomena seperti ini mulai marak jauh sebelum Pilpres 2014, tapi menjelang Pilpres 2014, media online seperti itu semakin marak, dan dimanfaatkan sebagai corong politik bagi kelompok tertentu untuk menyerang lawan politiknya secara membabi-buta. Pasca Pilpres 2014 pun tidak semakin berkurang, media seperti itu semakin eksis, dan semakin jelas pihak yang menjadi objek serangannya. Yang termakan isu-isu seperti itu bukan saja kalangan menengah kebawah yang tidak terpelajar, kaum intlektual dan pejabat publik pun ikut menikmati isu-isu negatif seperti itu, bahkan ikut memberikan komentar tanpa terlebih dahulu mencari klarifikasi kepada sumber/objek yang menjadi pemberitaan, sehingga dengan ikutnya berkomentar kaum seperti itu semakin menambah kegaduhan di sosial media. Kalau saja para kaum intlektual tersebut lebih memilih untuk menjernihkan persoalan, maka dampak beritak Hoax tersebut tidaklah menimbulkan kegaduhan. Belum habis isu larangan berdoa disekolah, yang sempat dikomentari Ustadz Yusuf Mansyur, dan diklarifikasi langsung kepada sumbernya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, muncul pula isu dari akun palsu twitter @puanmaharani25, yang menyatakan lokasi longsor banjarnegara, di Jawa Barat, yang lagi hangat menjadi pembicaraan saat ini, tersebarnya isu di Sosial Media larangan berjilbab dilingkungan kementerian BUMN, yang menjadi sasaran tembaknya adalah Menteri Rini Soewandi. Isu-isu seperti ini akan terus ada, dan susah untuk dibendung, inilah realitas yang harus kita sikapi secara cerdas. Yang merasa berada dilevel kaum cerdik pandai, harusnya bisa menahan diri untuk tidak melahap isu-isu tersebut tanpa dicerna terlebih dahulu, begitu juga yang tidak cerdas, berusaha untuk cerdas dan tidak ingin termakan isu tersebut. Yang jelas, yang mudah melahap isu-isu hoax yang disebarkan media online abal-abal, adalah kelompok pembenci Pemerintahan Jokowi, kelompok yang memang tidak menyukai pemerintahan Jokowi menjadi penguasa. Kondisi seperti ini kalau terus dipertahankan, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul pihak-pihak yang akan memanfaatkan perpecahan tersebut, jurang perpecahan akan semakin melebar karena adanya campur tangan pihak luar, kita yang terus ribut dan gontok-gontokan akan semakin lemah, juga semakin mudah untuk dikendalikan. Harus disadari, kita kehilangan pemimpin yang bisa menjadi teladan, pemimpin yang kita anggap negarawan tidak lagi memberi teladan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun