Mohon tunggu...
Aji Muhammad Iqbal
Aji Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Aktivis Muda NU

Pecinta kopi, penikmat musik

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengapa Wacana Kenaikan Pajak Perlu Ditinjau Ulang

6 Desember 2024   08:16 Diperbarui: 6 Desember 2024   08:20 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Nataliya Vaitkevich/ Pexels

Oleh: Aji Muhammad Iqbal

Wacana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen terus bergulir. Pemerintah bersikukuh menaikan tarif pajak ini mulai 1 Januari 2025 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini dilakukan tak lain dan tak bukan untuk mendukung visi misi pemerintahan Prabowo Subianto, termasuk memperkuat basis fiskal negara. 

Namun sayangnya, menaikan pajak di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lesu bukanlah solusi. Imbasnya, akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dan melemahnya daya beli masyarakat. Terutama dalam bidang konsumsi rumah tangga yang menjadi pilar utama ekonomi Indonesia. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 hanya mencapai 4,91%, lebih rendah dibandingkan kuartal II-2024 sebesar 4,93% dan kuartal III-2023 sebesar 5,05% YoY. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 turun menjadi 4,95% YoY dari 5,05% pada kuartal sebelumnya. Hal ini menunjukkan, daya beli masyarakat sedang tertekan, sehingga kenaikan PPN dapat semakin membebani kelompok konsumen menengah ke bawah.

Ketimpangan Semakin Kentara

Mestinya pemerintah belajar dari kenaikan PPN dari 10% menjadi 11 % pada 2022 lalu. Karena terbukti tidak begitu berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Justru malah terlihat semakin kentara ketimpangan ekonomi yang ada.  

Data Forbes menunjukkan,  kekayaan kolektif 50 taipan terkaya Indonesia meningkat sebesar 40% pada 2023, mencapai nilai fantastis Rp 3.924 triliun, melebihi total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tapi di sisi lain, tabungan masyarakat kelas menengah terus tergerus. Berdasarkan laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), rata-rata saldo rekening masyarakat dengan tabungan di bawah Rp 100 juta turun drastis dari Rp 3 juta pada 2019 menjadi Rp 1,8 juta pada 2024. Kondisi ini memperlihatkan ketimpangan yang semakin akut di antara kelompok kaya dan mayoritas penduduk.

Itulah mengapa, kelas menengah Indonesia semakin menyusut dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024. Artinya, dalam rentang waktu 2019-2024, sebanyak 9,48 juta orang turun kasta dari kelas menengah. 

Pajak Kekayaan sebagai Solusi Alternatif

Dalam situasi ini, pemerintah mesti berpikir ulang antara menaikan fiskal negara dengan mengatasi ketimpangan yang ada agar pajak lebih adil.  

Tidak berlebihan jika kita sodorkan potensi penerapan pajak kekayaan sebagai langkah strategis untuk mengurangi kesenjangan sekaligus meningkatkan pendapatan negara. Riset The Prakarsa menunjukkan, pajak kekayaan dengan tarif 1-4% atas individu dengan kekayaan bersih lebih dari Rp 155 miliar dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp 78,5 triliun hingga Rp 155,3 triliun. 

Langkah ini bisa lebih adil dibandingkan dengan menaikan PPN yang merupakan pajak tidak langsung dan cenderung membebani masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini penting, demi menciptakan keseimbangan fiskal negara sekaligus mengatasi ketimpangan sosial yang ada.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun