Mohon tunggu...
Thomas aji
Thomas aji Mohon Tunggu... -

numpang lahir di pyongyang bandtools gede di newyorkarto skrang bertahan hidup di njakarta dan ternyata tidak hanya sekedar hidup tapi bener bener hidup. Merdeka!!!!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Selamat Kepada Bapak Eh Binal

27 April 2016   22:09 Diperbarui: 27 April 2016   22:23 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya keluarga sekali dua kali pasti ada yang namanya bertengkar dan konflik kecil kecilan. Konflik gede pun juga ada, lumrah, namanya juga hidup berkeluarga. Persoalannya pun biasanya tidak jauh dari persoalan pribadi dan keluarga. Soal anak soal pekerjaan, soal rejeki, pokoknya banyak bahan yang bisa dijadikan konflik. Termasuk politik pun bisa jadi bahan sumber konflik. Politik? Kok bisa politik masuk ranah masalah keluarga? Apa keluarga saya anggota partai atau pejabat, sampai politik jadi sumber ketegangan rumah tangga?

Jadi begini, istri saya itu mengidolakan pak gubernur yang menurutnya lebih ganteng dari saya. Saya sebagai kepala rumah tangga ya hanya bisa memaklumi pilihannya. Perkara lebih ganteng pak Gubernur itu urusannya, yang jelas hidupnya , saat ini dengan saya. Tetapi ternyata persoalannya tidak sekedar ganteng , hampir tiap hari kegiatan dan acara pak gubernur dipantau. Saya sebenarnya cemburu, pak gubernur itu bukan sodara, bukan tetangga. Teman juga bukan. Sejarah perkenalan juga tidak ada. Atau sekedar follow twitternya pun tidak. Tetapi istri saya ini aktif sekali memantau aktifitas pak gubernur hampir disemua media, termasuk ikut ikutan geregetan membela mati matian pak gubernur atas kasus SUMBER SEHAT.

Apa apaan ini, Perkara SUMBER SEHAT kok dibawa bawa sampai ke ranjang saya. Saya emosi, tetapi karena saya penganut paham demokrasi maka saya perlu mengklarifikasi dan memberi ruang istri saya untuk bersuara.

“Saya tidak rela pak gubernur di fitnah pak.”

“Sapa yang mitnah?”

“Lha itu di koran koran, ditipi, teruss saja dibahas kalo pak gubernur itu pasti korupsi dan merugikan negara bermilyar milyar.”

“Taumu kalo itu fitnah?”

Ah bapak ini, pura pura. Kan jelas jelas pak gubernur sudah bertindak sesuai prosedur. Beliau juga sudah menjelaskan bagaimana proses pembelian lahan SUMBER SEHAT itu. Kok ya masih saja dibilang merugikan negara.”

“Ha mbok biarin saja mah. Apa yang dilakukan BPK alias Bapak Polisi Keuangan itu pastinya sudah sesuai prosedur juga.”

“Prosedur bagaimana pak? Wong menetukan sendiri perhitungan tanpa melihat data dan fakta apakah itu sebuah tindakan yang sesuai prosedur?”

“Ya soal itu ..... Gimana ya?”

“Kalo Bapak Polisi Keuangan memeriksa tidak menggunakan data dan fakta terus kok bisa menyatakan bahwa bapak gubernur menyalahi aturan  dan merugikan negara ki njur piye paaak...pak?”

Saya garuk garuk kepala yang tidak gatal. Ada benarnya juga istri saya mikir begitu. Kata Bapak Polisi Keuangan, proses belanja lahan rumah sakit SUMBER SEHAT tidak sesuai prosedur dan mengakibatkan kerugian negara. Tapi Bapak Polisi Keuangan sendiri memeriksa dan menentukan serta memberi keputusan tidak didasari dengan data dan fakta yang ada. Lha terus apa hasil pemeriksaanya itu bisa dianggap sah dan tidak merugikan negara ? Wong akhirnya malah bikin konflik antar lembaga.

Atau istri saya saja yang terlalu berlebihan mengidolakan pak Gubernur? Ah mosok sih mengidolakan kok sampai bisa mendetail begitu bolehnya membela pak Gubernur. Tetapi setelah saya pikir pikir lagi, namanya idola ya pasti akan terus diikuti. Wong idola jeee.

“Apa sih yang mendasari Bapak Polisi Keuangan Pusat itu membela mati matian hasil pemeriksaan Bapak Polisi Keuangan Daerah?”

Embuh bune, awalnya itu kan hasil pemeriksaan Bapak Polisi Keuangan Daerah terhadap proses pembelian lahan SUMBER SEHAT, yang disampaikan oleh ketuanya, Bapak Eh Binal. Dalam keputusanya disampaikan bahwa terdapat kerugian negara dalam proses pembelian lahan tersebut.

Tetapi menurut pak Gubernur bahwa proses pembelian sudah disetujui oleh anggota Dewan Rakyat, “wong ada tanda tangannya” begitu kata pak Gubernur. Yowis berarti semua sepakat dan sah. Lha terus kok jadi masalah? Kalo bermasalah kan tentunya dari awal Dewan Rakyat tidak menyetujui to?”

“Apa mungkin karena pak Eh Binal waktu jadi ketua Badan Polisi Keuangan Daerah dulu pernah gagal melobi pak Gubernur untuk membeli lahan makam yang bermasalah itu, ya pak?”

“Ha embuh bune, mungkin juga sih, karena kesel dan mangkel batal dapet duit banyak terus balas dendam. Balas dendamnya dengan mengadu domba antar lembaga.”

“Kok mengadu domba antar lembaga gimana sih pak?”

“Lha ribut ribut antara pak Gubernur dengan Bapak Polisi Keuangan Pusat itu, Apa tidak mengadu domba namanya? Gubernur itu sendiri rak sebuah lembaga to. Sekarang malah nambah dengan bergabungnya para anggota Dewan Rakyat yang ikut ikut nuduh pak Gubernur korupsi. Eeeh Komisi Pemberantasan Penyakit Korupsi , KPPK, ikut ikut dilibatkan. Apa tidak mengerikan itu?”

“Iya ya pak, tapi aku masih belum paham pak. Mengadu dombanya bagaimana?”

“Gini ya bune, Pak Eh Binal saat jadi ketua Bapak Polisi Keuangan Daerah, menyatakan bahwa pembelian lahan SUMBER SEHAT merugikan negara. Padahal pak gubernur jelas jelas sudah memproses sesuai prosedur serta menggunakan data dan fakta. Nah kebetulan ada LSM yang melaporkan pak Eh Binal ke provost   karena pak Eh Binal melanggar kode etik, menggunakan wewenangnya sebagai ketua daerah untuk keuntungan pribadinya,  sehingga kemudian di copot dari jabatan ketua Bapak Polisi Keuangan Daerah. Di satu sisi Pak Eh Binal kehilangan jabatan & hilangnya kesempatan dapat duit milyaran, di sisi lain itu menguntungkan pak Eh Binal karena sudah tidak terlibat lagi dalam konflik yang diciptakannya. Semula konflik hanya antara pak Eh Binal dan pak Gubernur. Namun karena sudah sampai  ke Badan Polisi Keuangan Pusat, mau tidak mau kan jadi urusan pusat dengan pak gubernur to? Nah terus pak Eh Binal kemana? Santai santai saja, memantau perkembangan konflik sambil  masih jadi Pegawa Negri dengan gaji dan tunjangannya. Enak to?”

"Herannya itu kok ada anggota Dewan Rakyat  ikut ikutan menyalahkan & menuduh pak gubernur . Padahal beliaunya ikut tanda tangan menyetujui proses pembelian lahan SUMBER SEHAT."

"Ya itulah kelihaian pak Eh Binal, melihat situasi bapak anggota Dewan Rakyat tidak suka dengan pak gubernur dimanfaatkan betul."

"Apa ya pak anggota Dewan Rakyat yang tanda tangan dan sekarang ikut memojokkan pak gubernur itu lupa atau bagaimana ya pak?"

"Embuh bune, namanya orang sudah benci ya gampang banget di provokasi dan dimanfaatkan. Makanya kita musti hati hati, jangan sampai terprovokasi."

“Mmmm.... Lha terus kalo misalnya pada akhirnya Bapak Polisi Keuangan itu yang salah apa nggak malu ya pak?”

“Nah itu dia bune. Ga cuma malu, tapi kredibilitasnya turun, dan juga ini jadi dilema Komisi Pemberantasan Penyakit Korupsi. Bila menyatakan bahwa Bapak Polisi Keuangan salah maka bisa bisa ribut antar lembaga Pusat. Lebih ruwet lagi to masalahnya.”

“Wah, iya pak bisa makin ruwet dan kacau. Sementara pak Eh Binal karena sudah dihukum copot jabatanya tidak kena hukuman lagi ya pak. Lha tapi kalo KPPK menyatakan pak gubernur yang salah piye pak?”

“Yang jelas pak Eh Binal puas bisa balas dendam sama pak Gubernur dan masyarakat meragukan kredibilitass KPPK. Wong pak Gubernur memproses sesuai prosedur sementara BPK membuat prosedur sendiri dalam memeriksa kok malah didukung. Kan berimbas pada lembaga lain untuk membenarkan proses yang tidak sesuai prosedur to? Bisa bahaya itu”

“Wah Kasihan KPPK ya pak? Dilema.”

“Lha itu dia, makanya pak Eh Binal harus diberi selamat.”

“Kok dikasih selamat pak?”

“Ya selamat atas kreasi politiknya yang sukses mengadu domba antar lembaga negara hehehe......”

“Kasihan pak Gubernur pak. “

“Husss... malah mikir gubernur. Ayo tidur!!!

27 April 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun