Mohon tunggu...
Thomas aji
Thomas aji Mohon Tunggu... -

numpang lahir di pyongyang bandtools gede di newyorkarto skrang bertahan hidup di njakarta dan ternyata tidak hanya sekedar hidup tapi bener bener hidup. Merdeka!!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jogja Istimewa, Serpong Juga

1 Oktober 2015   18:18 Diperbarui: 1 Oktober 2015   18:30 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari lalu saya betul betul merindukan jogja. Kangen berat dengan suasana jogja. Maklumlah sejak lahir tinggal di jogja, dan tak terasa hampir dua dekade saya meninggalkan jogja.

Kenangan sejak kecil dan remaja, kehidupan masyarakat jogja yang grapyak sumanak, ritme hidup masyarakat jogja yang tenang damai, alon alon waton kelakon, membuat saya rindu ingin pulang. Belum lagi sejarah jogja yang menjadikanya lebih istimewa. Banyak yang iri dengan keistimewaan jogja. Ya bukan salah jogja kalo ia jadi istimewa. Yang membuatnya istimewa kan pemimpinya. Jogja itu kan sebenarnya sebuah kerajaan mandiri sudah ada sebelum indonesia lahir. Gara gara ketegasan Sultan HB ke IX yang memproklamirkan bergabungnya negara atau kasultanan Jogja menjadi bagian NKRI maka banyak propinsi lain ngikut gabung NKRI. Jogja gitu loh. Begitu pamer saya kepada miss Cicih soal kegalauan saya usai misa di gereja.

Miss Cicih manggut manggut. Beliau menyimak cerita saya. Biar tidak berat sebelah, saya ganti bertanya.

“Kalo miss Cicih kota mana yang dikangenin dan di banggakan?”

“Kalo saya mmm...... Serpong.”

“Hah, serpong?? Ga salah miss?” saya kaget dengan jawaban miss Cicih. Saya berharap beliau menjawab Bandung, Jakarta, atau kota besar lain. Ini kok Serpong. Serpong itu apa? Cuma kota kecamatan di Tanggerang sana.

“Serpong kan ga ada tempat istimewa miss. Biasa saja. Tidak ada sejarah yang mempesona. Beda sama Bandung, Jakarta,......” saya mengabsen beberapa kota besar di Indonesia. Masih belum percaya kalo beliau menyebut Serpong sebagai kota yang istimewa.

“Memang kenapa? Tidak boleh?”

“Ya bukan tidak boleh ci. Maksud saya itu memangnya di serpong ada tempat yang istimewa atau bersejarah sampai sampai miss Cicih mengistimewakan Serpong? Saya saja belum mendengar ada tempat yang menarik di serpong selain kawasan pemukiman perkantoran dan mall mall nya.”

“Ya biarin toh.”

“Lha iya nggak papa dan tidak masalah, yang saya pingin tau itu alasan, mengapa mengistimewakan dan mengidolakan Serpong. Itu loh miss maksud saya. Kalo Jogja jelas, sudah saya ceritakan mengapa saya mengistimewakannya. Jakarta juga jelas selain ibukota juga sejarah panjangnya. Bandung jelas punya kisah heroik sendiri yang tak terlupakan. Bogor yang dekat dengan jakarta juga punya keistimewaan sendiri. Depok dan Tangerang juga Bekasi, Ok lah mereka juga punya kisah untuk diceritakan. Lha Serpong. Aduuuh.... Serpong itu apa istimewanya?”

Miss Cicih tersenyum, mungkin beliau tersinggung dengan pertanyaan saya yang meremehkan. Tidak ada tempat istimewa di serpong yang pantas dimegahkan dan dikisahkan. Tidak ada peristiwa heroik penuh tetesan keringat darah dan airmata disana.

“Buat saya, serpong istimewa karena.........”
Miss Cicih diam sejenak.Mungkin agak ragu meneruskan. Takut diremehkan lagi. Jantung saya dag dig dug menanti kelanjutanya. Setelah terdiam beberapa detik beliau meneruskan

“Karena...... Ada papa mama disana.”

Saya terdiam, tidak terkejut. Itu jawaban yang umum. Kita kangen pingin pulang karena ada orang tua disana. Tapi kan persoalanya bukan sekedar ada orang tua atau tidak. Meskipun orang tua saya tidak di Jogja saya tetep merindukan jogja.

“Cuma itu miss?”

“Habis apalagi?” miss cicih balik bertanya.

“Ya maksud saya, apa tidak ada alasan lain? Kalo cuma karena oran tua ya wajarlah. Sudah umum.Dimana mana orang mudik karena ada orang tua.”

Miss Cicih tersenyum lagi

“Di serpong itu ada rumah, dan keluarga kami berkumpul semua disana. Ga hanya papa mama tapi juga cici dan adik adik saya semua ada disana. Mama pingin semua kumpul dekat dengan keluarga. Meski adik saya ada yang cowok tetap mama maunya semua ngumpul jadi satu. Susah senang semua dirasakan bersama, kalo enggak ngumpul itu mama sering cemas dengan kondisi anak anaknya. Memang sih cuma saya yang paling sering diperhatikan sama mama, tapi itu karena saya yang paling jarang ketemu dengan keluarga. Yang lain bisa tiap hari atau paling lama seminggu sekali, saya cuma sebulan sekali bisa ngumpul........”

Selanjutnya beliau yang mengambil alih pembicaraan, saya mendengarkan. Bagaimana cinta orangtua kepada anak anaknya dikisahkan. Perjuangan untuk menghidupi keluarga besar dengan kasih sayang, tanpa ada satu yang merasa paling diunggulkan. Dan rasa cinta itu mengalir kepada miss cicih dan saudara saudarinya. Semua saling memperhatikan tidak ada yang terlupakan. Jika yang satu menderita, semua turut merasakan. Yang satu bahagia semuapun ikut bahagia, dan itu dirayakan bersama.

Kali ini saya terdiam. Kebingungan, apa yang harus dibantah, Atau apa yang harus ditanyakan. Tak perlu ada pertanyaan dan bantahan. Semua sudah terang. Kelurga yang membuat istimewa. Dan kebetulan keluarga ini tinggal di serpong jadi serpong pun berhak menyandang status istimewa. Seperti halnya Jogja istimewa karena pemimpinnya serpong pun ikut dan berhak merasakan keistimewaan itu. Semua karena keluarga, tempat belajar kasih sayang, belajar mencintai tanpa syarat, belajar kejujuran, belajar ketulusan. Semua berawal dari sebuah keluarga.

Saya tarik nafas dalam dalam. Ada rasa iri mendengar cerita miss Cicih soal keluarga besarnya. Kebersamaan itu hanya sebentar saya rasakan saat saya masih kecil. Berbagai persoalan dalam keluarga memaksa saya untuk mandiri sejak dini. Meski begitu saya masih beruntung, punya banyak saudara dan sahabat yang menguatkan dan akhirnya menjadi keluarga. Lalu bagaimana dengan korban perang di timur tengah sana yang kehilangan sebagian atau seluruh keluarga. Yang terpaksa dan dipaksa berpisah karena perang. Keluarga imigran yang terpaksa mati sia sia di tengah laut.

Tidak perlu jauh jauh keluar negeri, disini, perceraian artis hanya karena sudah tidak cocok dengan pasangan jamak terjadi. Terus bagaimana bia mengharapkan keluarga yang harmonis, yang bisa dijadikan tempat berlindung dan tempat belajar kasih sayang apabila begitu mudahnya bercerai? Belum lagi yang orang tuanya menyiksa anak. Anak kok disiksa? Apa kesalahan anak itu sudah diluar batas sampai harus disiksa? Kalo anak salah dan keliru kan wajar, wong namanya anak anak.

Sementara miss Cicih dengan gembira mengisahkan kasih sayang papa mamanya, sukacita keluarganya. Bibir mungilnya berkicau riang. Seperti tidak ada akhir, ceritanya masih mengalir tanpa peduli apakah saya mendengarkan atau tidak. Saya sungguh tersiksa dibuatnya. Sayup sayup terdengar lagu ciptaan mbah Atmowiloto Selamat pagi emak.....Selamat pagi Abah......Mentari hari ini berseri indah........

 

Jakarta, 1 Oktober 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun