[caption caption="Bromo bergolak"][/caption]Hari kedua kami berada di Batu, sebagai pembuka, diawali dengan trip menuju Gunung Bromo yang populer ke seantero jagat itu, lebayyy... Selama ini yang dicari orang ketika nge-trip ke Bromo adalah matahari terbit (sunrise). Untuk itu, perlu usaha ekstra dan sedikit perjuangan. Kita mesti bangun pada dini hari, bergegas menaiki jip melewati jalan-jalan menanjak, terjal dan melalui lautan pasir untuk menuju ke titik-titik tertentu guna menunggu sang surya muncul di ufuk timur. Nah, perjalanan kami kali ini diluar dari kebiasaan tadi, istilahnya anti mainstream lah.
Berhubung kami membawa anak-anak yang sudah pasti sangat sulit untuk bisa bangun pada jam 2-3 tengah malam. Selain itu, saat ini Gunung Bromo sedang bergolak, batuk-batuk mengeluarkan asap, gas, abu dan material lain yang terkandung di dalamnya. Sehingga dengan kondisi tersebut para wisatawan dilarang untuk mendekati area kawah gunung dan kawasan terdekat di sekitarnya. Maka pilihannya adalah menikmati keindahan alam di taman nasional Bromo, Tengger, Semeru (TN-BTS). Alhamdulillah meski dalam kondisi demikian, kami masih dapat menikmati panorama Bromo meski dari kejauhan. Syukurnya lagi lokasi utama tempat para wisatawan biasanya menanti terbitnya sang mentari di Penanjakan masih bisa kami datangi. Walaupun sempat muncul kekuatiran saya soal aspek keamanannya, apalagi pergi bersama anak dan istri.
TN-BTS ini berada di wilayah 4 kabupaten di Jawa Timur; Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Dengan menggunakan mobil sewaan seukuran Elf dan melalui jalur lewat Pasuruan, dibutuhkan waktu sekitar 3 jam dari Kota Batu untuk mencapai Penanjakan. Sebelum sampai Penanjakan, para pelancong harus membayar retribusi sebesar Rp.32.500/orang yang sayangnya terkesan seperti pungli karena tidak diberikan tiket resmi dari penjaganya. Mulai dari sini kita juga diharuskan menyewa jip jenis hardtop yang sepertinya menjadi kendaraan wajib untuk menuju lokasi-lokasi di seputaran Bromo. Jarak antara ‘terminal’ jip dengan Penanjakan sekitar 9 km. Dari kejauhan terlihat asap pekat dan tebal dari kawah Bromo tanpa henti terus keluar dan membumbung tinggi ke angkasa. Rasa penasaran sekaligus deg-degan menyelimuti. Sekitar 30 menit kemudian kami sampai di Penanjakan.
Situasi saat itu boleh dibilang lebih sepi dari biasanya. Entah karena memang para wisatawan pemburu sunrise sudah pulang atau banyak yang kuatir ke Bromo sejak dinyatakan statusnya waspada. Satu per satu anak tangga dilewati dan ketika sampai di ujung anak tangga, tersajilah pemandangan yang menakjubkan. Menyaksikan dari jarak yang relatif dekat sebuah gunung yang sedang aktif mengeluarkan materialnya tentu bukan pemandangan jamak yang anda saksikan sehari-hari. Bahkan mungkin belum sekalipun anda alami seumur hidup. Ya itulah yang kami nikmati selama kurang lebih setengah jam berada di sana. Gunung Bromo, Gunung Batok dan juga Gunung Semeru di kejauhan tetap menampakkan kegagahannya. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Sayangnya kami tidak bisa mendekat. Namun dibalik itu semua, saya juga dapat merasakan bagaimana kesusahan para warga yang kampungnya terdampak langsung asap dan abu dari ‘kemarahan’ sang paku bumi yang kebetulan karena tiupan angin membawa material Bromo mengarah ke daerah mereka.
[caption caption="Berfoto di Penanjakan"]
Museum angkut ini menjadi target utama saya ke Batu. Tempat ini sudah beberapa kali diliput oleh media televisi yang menunjukkan betapa menariknya museum ini. Ditambah lagi cerita dari beberapa orang yang merekomendasikan tempat ini, semakin bertambahlah rasa penasaran saya.
Memasuki kawasan museum, terlihat deretan orang yang mengantri masuk ke dalam museum. Sambil melihat-lihat sekitar, banyak sekali manusia yang memenuhi tempat ini. Padahal harga tiket masuknya tidak murah juga. Harga tiket biasa saat akhir pekan Rp.80.000/orang, jika ingin menikmati museum topeng anda tinggal menambah Rp.10.000 (menjadi Rp.90.000/orang) untuk membeli tiket terusan. Untuk masuk ke dalam, anda tidak diperkenankan membawa makanan/minuman dari luar. Begitu juga bila membawa kamera jenis pocket camera atau DSLR (kecuali kamera HP) mesti membayar biaya tambahan.
[caption caption="Suasana dalam ruang utama museum angkut"]
[caption caption="Area movie star"]
Selepas zona tadi, anda akan memasuki zona negara-negara produsen mobil terkemuka di dunia macam Amerika, Perancis, Inggris, Italia. Di zona Italia misalnya, kita akan disuguhi koleksi mobil klasik merk Fiat dan motor Vespa. Koleksi tertua yang saya perhatikan keluaran tahun 1940-an. Selain mobil dan motor, museum ini juga menempatkan patung-patung public figure/bintang film jadoel seperti Elvis Presley dan Charlie Chaplin. Tak ketinggalan komedian Mr. Bean, Ratu Elizabeth, replika piala oscar, bahkan si raksasa hijau Hulk. Ada juga replika bangunan monumental semacam menara eiffel, patung liberty, buckingham palace, dsb.
[caption caption="Zona italia"]
[caption caption="Bat mobile"]
Memasuki hari ketiga atau hari terakhir berada di daerah Batu dan Malang, kami menyempatkan diri untuk memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang lokasinya searah menuju Malang. Karena kereta akan diberangkatkan jam 14.30, berarti kami masih punya cukup waktu untuk ke sejumlah lokasi lagi. Yang pertama, kami mampir ke agro wisata kebun apel. Memberikan kesempatan kepada anak-anak kami untuk memetik apel langsung dari pohonnya dan membawanya pulang sebagai kenang-kenangan. Dari situ, kami lanjut menuju dinoyo, sebuah daerah yang menghasilkan kerajinan keramik. Terakhir sebelum ke stasiun, kami singgah ke salah satu tokok penjual oleh-oleh khas Malang. Yang lagi nge-hit sekarang itu Malang Strudel, yang ternyata milik seorang artis top Indonesia. Puas berbelanja, tak terasa sudah waktunya makan siang. Kami berencana dan berharap bisa menyantap kuliner terkenal di Malang seperti Bakso President dan Es Krim Oen, tapi apa dinyana ternyata ke semua tempat tersebut sudah penuh. Terpaksa hanya bisa menelan ludah deh, huhuhuuu...*hiks.
[caption caption="Kebun apel malang"]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H