Mohon tunggu...
Dayangsumbi
Dayangsumbi Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Musik, Filosofi

Blogger Writer and Amateur Analys, S.Komedi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Filsafat Islam

7 Maret 2022   15:12 Diperbarui: 27 Maret 2022   02:34 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Freepic/Pexels

Epistemologi, menurut Filsafat Hikmah

Epistemologi tak bisa dipisahkan dari ontologi, proses mengetahui terjadi dengan kehadiran wujud obyek itu sendiri di dalam diri subyek. Dalam hal ini subyek dan obyek pemgetahuan menjadi satu. Maka proses mengetahui ini identik dengan meng-ada.

Epistemologi yang berbasis melalui intuisi, yakni penyaksian batin, cita rasa, pencerahan, kehadiran. Dalam proses mengetahui ini pertama-tama menganalisa keadaan diri baik dari internal maupun eksternal (who am i). Salah satu contohnya seperti pencarian dari Strength, Weakness, Opportunity, Threatening. Strength harus dikaitkan dengan Opportunity, sedangkan Weakness dengan Threatening, yang didapat dari perasaan dan pengalaman kita. Kesemua pengetahuan itu bersifat langsung tanpa adanya representasi dalam pikiran subyek yang mengetahui, supaya, tidak menimbulkan regresi tanpa ujung. Kebenaran-kebenaran primer yang menjadi landasan dan premis dalam prosedur berpikir logis pasti dibutuhkan. Demikian pula pikiran tentang mengetahui diri kita (aku) sendiri. Ketika kita berpikir tentang diri kita, maka pada saat itu pengetahuan tentang diri kita sudah ada. Karena pengetahuan ini diraih secara eksperensial jadi terbebas dari benar salah, karena bersifat eksistensial. Namun ketika sudah direnungkan kembali dan diungkapkan maka ia terbuka atas kemungkinan salah karena sudah menjadi representasional dari hudhuri menjadi hushuli.

Aksiologi

Aksiologi terbagi menjadi dua yaitu etika dan estetika, ilmu ini biasanya terkait dengan ilmu praktis namun didasari pada filsafat teoritis.

Etika pada umumnya identik dengan moral atau moralitas, meskipun keduanya identik dengan tindakan baik-buruk manusia. Perbedaannya yaitu, jika moral membahas tindak-tanduk manusia itu sendiri, maka etika adalah ilmu yang membahas tentang yang baik dan yang buruk yang bersifat teknis filosofis.

Estetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang keindahan bagaimana suatu sikap benar dan baik juga memiliki nilai-nilai yang disebut bagus dan indah.

Nilai-nilai dari etika dan estetika ini bisa kita terapkan dalam rangka menganalisa hubungan antar manusia, seperti kerjasama tim, Bagaimana kerja sama tim yang baik yang didasari pada tindakan politis yang tidak saling merugikan ?

Begitu juga dengan estetika, keakraban dengan teman merupakan hal yang paling kita senangi tetapi bagaimana keakraban itu tidak menjadi boomerang bagi hubungan kita dengan teman. Sikap kritis kita dipakai disini yaitu dengan mengetahui batas-batas apa yang tidak disukai dan disukai, kita dapat dikatakan mencintai jika kita satu sama lain saling mengetahui batas-batas yang tidak mengenakan bagi diri.

Dalam memulai pertemanan pengetahuan akan hal-hal yang disukai maupun yang tidak disukai pada seseorang mulai terlihat seiring berjalannya waktu, ini bukan tentang makanan yang dia sukai, hobi yang dia cintai namun menyangkut perasaan dalam hatinya yang menjadi batas-batas supaya relasi itu tetap sehat. Kita juga gak maukan dibilang monster atau zombi karena diri kita gak punya kesadaran akan perasaan terhadap diri kita sendiri mau pun pada orang lain. Hal ini harus dapat kita baca pada saat kita mulai menjalin relasi itu. Sikap kritis kita dalam membaca dan memahami hal-hal yang tampak maupun samar-samar digunakan demi terciptanya relasi yang sehat.

Sikap kritis untuk menilai suatu etika dan estetika yang benar baik bagus yaitu sikap berada di tengah, tidak kurang tidak lebih. Seperti dalam nichomachean ethic menurut aristoteles juga menurut para filosof muslim yaitu kebijaksanaan moderasi (al hadd al wasath) seperti aliran asy'arisme maupun maturidi. Menurut mu'tazilah kebaikan dan keburukan bersifat rasional dan intrinsik dalam fitrah manusia walaupun tidak kemudian kitab suci dan tradisi kenabian dihilangkan. Namun, menurut asy'ariah kebaikan dan keburukan ditentukan oleh institusi agama dan tak mesti rasional (walaupun terkadang rasional diperlukan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun