Saat ini, Indonesia sedang menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks dengan munculnya deflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Bagi para pelaku bisnis, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kondisi ini bisa menjadi ancaman serius.Â
Harga barang yang turun akibat deflasi mungkin terlihat positif bagi konsumen, namun bagi produsen, ini bisa mengancam margin keuntungan, arus kas, dan keberlangsungan usaha. Oleh karena itu, penting bagi UMKM untuk menerapkan strategi manajemen risiko yang efektif agar dapat bertahan dan bahkan berkembang di tengah situasi ini.
Deflasi adalah suatu kondisi ekonomi dimana turunnya harga barang dan jasa di suatu wilayah dikarenakan rendahnya jumlah uang yang beredar. Hal ini menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat dan tingkat perputaran ekonomi yang lambat.Â
Dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) deflasi terjadi berturut-turut sejak bulan Mei hingga September 2024. Penyebab utama deflasi ini adalah penurunan harga pangan, seperti cabai, telur, dan tomat.
Pahami Risiko Bisnis yang Diakibatkan oleh DeflasiÂ
Deflasi bukan hanya soal harga yang turun, tapi juga tentang rendahnya permintaan konsumen. Hal ini memengaruhi berbagai aspek bisnis, seperti:
Penurunan pendapatan: Harga jual produk yang turun sering kali tidak diiringi dengan penurunan biaya produksi. Ini menyebabkan margin keuntungan tertekan karena harga yang terlampau rendah.
Arus kas yang terhambat: Saat permintaan turun, UMKM mungkin kesulitan menjual produknya, yang pada akhirnya mempengaruhi arus kas dan ketahanan finansial.
Risiko penurunan aset dan investasi: Nilai aset atau inventaris bisa menurun dalam kondisi deflasi, terutama jika barang-barang yang tidak terjual harus didiskon besar-besaran.
Strategi Manajemen Risiko untuk Menghadapi Deflasi
UMKM perlu menerapkan pendekatan manajemen risiko yang terukur untuk memitigasi dampak deflasi. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
Pertama, diversifikasi produk dan layanan. Mengandalkan satu jenis produk atau pasar tunggal dapat meningkatkan risiko dalam situasi ekonomi yang tidak menentu. UMKM harus mempertimbangkan diversifikasi produk atau layanan untuk menjangkau pasar baru yang mungkin masih memiliki daya beli.
 Sebagai contoh, jika produk utama mengalami penurunan permintaan, produk alternatif yang lebih murah atau terjangkau bisa diperkenalkan untuk mempertahankan arus pendapatan. Sehingga diharapkan hasil dari penjualan produk-produk lain menjadi salah satu sumber pendapatan disamping produk utama yang memberikan kontribusi terhadap kas.
Kedua, efisiensi operasional dan pengendalian biaya. Salah satu langkah paling efektif untuk menghadapi penurunan margin akibat deflasi adalah dengan melakukan efisiensi operasional. UMKM harus secara ketat mengendalikan biaya produksi dan distribusi agar tetap kompetitif tanpa harus mengorbankan kualitas. Digitalisasi dalam proses produksi, otomatisasi, atau penggunaan teknologi sederhana bisa menjadi solusi untuk menekan biaya operasional.
Ketiga, menyusun rencana likuiditas. Arus kas menjadi salah satu hal paling penting yang harus dijaga dalam kondisi deflasi. UMKM perlu memastikan bahwa mereka memiliki cadangan likuiditas yang cukup untuk bertahan dalam periode penurunan penjualan.
 Ini bisa dilakukan dengan meninjau kembali kebijakan kredit, mempercepat penagihan piutang, atau memperpanjang jangka waktu pembayaran kepada pemasok. Pastikan kita memiliki cukup kas yang likuid untuk menunjang kelanjutan produksi dan operasional bisnis untuk waktu kedepan.
Keempat, menjalin hubungan dengan pelanggan secara proaktif. Dalam kondisi deflasi dan penurunan daya beli, mempertahankan loyalitas pelanggan menjadi tantangan tersendiri. UMKM bisa memanfaatkan strategi pemasaran yang lebih fokus pada kebutuhan dan preferensi pelanggan saat ini. Misalnya, memberikan program loyalitas, diskon spesial, atau menyesuaikan produk agar lebih relevan dengan kondisi ekonomi.
 Berkomunikasi secara proaktif dengan pelanggan juga dapat menjaga hubungan yang baik dan mencegah penurunan penjualan lebih lanjut. Saat kita sulit untuk mendapat konsumen baru, berkomunikasi dan meraih konsumen lama dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah beli ulang dari konsumen sebelumnya.
kelima, kolaborasi dan aliansi. Di tengah situasi sulit, UMKM dapat mencari peluang kolaborasi dengan bisnis lain, baik dalam hal pemasaran bersama, distribusi, atau bahkan produksi. Kolaborasi ini bisa mengurangi beban biaya dan memperluas jangkauan pasar. Contohnya, usaha kuliner bisa bekerja sama dengan penyedia layanan pengantaran makanan untuk mengurangi biaya distribusi dan menjangkau lebih banyak konsumen.
Keenam, memantau dan mengantisipasi perubahan ekonomi. Menerapkan sistem pemantauan ekonomi secara terus-menerus menjadi langkah penting dalam manajemen risiko. UMKM perlu mengikuti perkembangan kebijakan moneter dan fiskal pemerintah serta perubahan di pasar global yang dapat mempengaruhi harga bahan baku atau permintaan konsumen. Dengan memahami tren dan proyeksi ekonomi, UMKM dapat mengambil langkah proaktif sebelum dampak deflasi lebih dalam terasa.
Menyesuaikan Diri untuk Bertahan dan BerkembangÂ
Deflasi adalah fenomena ekonomi yang menantang, terutama bagi UMKM yang memiliki kapasitas dan sumber daya terbatas. Namun, dengan pendekatan manajemen risiko yang tepat, UMKM dapat mengatasi tantangan ini dan bahkan menemukan peluang baru.Â
Diversifikasi produk, efisiensi biaya, pengelolaan likuiditas yang hati-hati, serta kolaborasi dengan pihak lain merupakan langkah-langkah konkret yang dapat membantu UMKM bertahan di tengah penurunan daya beli dan tekanan deflasi. Fleksibilitas dan adaptabilitas menjadi kunci bagi pelaku bisnis untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H