F-16 A/B Block 15 OCU milik TNI AU
Dari seluruh varian F-16, TNI AU kini memiliki sepuluh unit F-16 A/B Block 15 OCU. Pada saat awal kedatangannya tahun 1989 memang perangkat persenjataannya belum lengkap di datangkan, namun pada perkembangan selanjutnya, F-16 milik TNI AU turut dilengkapi dengan Misil Sidewinder P4 All aspect, dan juga AGM-64D Maverick. Selain itu verisi Block 15 OCU juga dilengkapi dengan HUD yang lebih besar, serta memiliki perangkat radar altimeter sebagai standar, yang memungkinkan F-16 ini dapat melakukan navigasi terbang rendah mengikuti kontur bumi. Dengan demikian F-16 yang TNI AU miliki memiliki kemampuan untuk bertempur dalam cuaca dan menyerang dengan presisi yang tinggi. Oleh karena itu dalam operasi latihan militer F-16 kerap dijadikan penyerang penutup untuk menghabisi sasaran yang tersisa. Selain handal dalam operasi latihan, dalam kondisi tempur F-16 tetap dapat menunjukan taringnya. Bahkan kini F-16 masih diadikan kuda beban untuk melaksanakan berbagai tugas guna mendukung penegakan kedaulatan NKRI, contohnya adalah operasi patroli di wilayah Ambalat, hingga berbagai patroli di atas pulau-pulau terluar. Kemampuan F-16 untuk melakukan tugas-tugasnya juga di dukung oleh kemampuannya untuk dapat terbang jarak jauh, bahkan apabila membawa beban persenjataan yang sangat berat.
F-16 VS Kapal Jerman Timur
Kebanyakan orang menjadi alergi mendengar pengadaan alutsista bekas pakai, saya asumsikan disebabkan oleh kontroversi pengadaan 39 kapal eks Jerman Timur, terlebih lagi ternyata menyedot dana yang luar biasa besar pada waktu itu. Dalam hal ini nampaknya yang menjadi anggapan umum masyarakat awam adalah, kini kapal-kapal tersebut hanya menjadi rongsokan mangkrak di dermaga, namun patut digaris bawahi bahwa anggapan itu salah.
Setelah di perbaiki, ternyata 39 kapal tersebut telah menjadi tulang punggung TNI AL dalam menghadapi berbagai krisis, yang terbaru adalah pada krisis ambalat. Salah satu nama kapal yang sering disebut dalam krisis Ambalat adalah kapal bernama KRI Untung Suropati, kapal tersebut merupakan jenis kapal Korvet anti kapal selam kelas Parchim, yang didatangkan dari Jerman. Setelah di retrofit kemampuan kapal tempur kapal ini menjadi cukup signifikan, setelah mesinnya diganti menjadi MTU-Detroit tipe 4000 M 90 16V, kapal tersebut dapat diajak melaju hingga 25 Knot, dalam kondisi siaga dapat segera disiapkan melaut hanya dalam jangka waktu 10 menit saja. Belum lagi senjatanya juga tak kalah gahar satu menara meriam ganda enam laras kaliber 30 mm, dua menara pelontar roket anti kapal selam RBU-6000, dibelakang masih terpasang pelontar torpedo kaliber 406 mm/ Torpedo MK 32, bom laut, dan mnara meriam ganda enam laras kaliber 57 mm. kini ke-16 kapal tersebut masih bersatus beroperasi, dan dibagi pada armada barat dan timur.
Nah begitu juga dengan pengadaan F-16 kali ini, 340 Juta dollar mungkin akan dianggap orang awam sebagai harga yang mahal untuk barang bekas, namun apabila kita telaah, dengan biaya tersebut kita akan mendapatkan 24 F-16 C/D Block 32 berikut menyetarakan F-16 yang telah kita miliki menjadi Block 32. Dengan demikian apabila tawaran ini kita ambil, kita akan memiliki 3 Squadron pesawat F-16 Block 32. Bayangkan dengan harga yang sama, apabila membeli F-16 Block 50 terbaru kita hanya mendapat 5-6 unit F-16, dan apabila dibelikan pesawat seperti F-35, kita hanya bisa mendapat 2-3 unit, tentu kuantitasnya tidak sesuai untuk menjaga udara NKRI yang begitu luas. Apabila kita membeli pesawat tempur China keluaran terbaru seperti JF-17, selain kemampuannya belum terbukti, produksinya juga masih diprioritaskan untuk Pakistan. Dengan demikian tentu tidak sesuai dengan kebutuhan TNI AU yang sifatnya segera.
Dengan memiliki jumlah pesawat tempur yang banyak, maka hal tersebut akan meningkatkan kekuatan TNI AU secara signifikan, dan dapat meningkatkan daya deterence, selain itu juga meningkatkan keberadaan (presence) TNI AU di atas wilayah-wilayah yang menjadi sengketa dengan Negara lain.
Mengapa “presence” ini menjadi penting ? Karena dengan menunjukan adanya kehadiran TNI (presence) yang menjaga suatu wilayah, maka berdasarkan kebiasaan Hukum Internasional hal tersebut menunjukan secara De Facto bahwa wilayah tersebut berada di bawah kedaulatan Indonesia, dan di wilayah tersebut kita bisa menjalankan yurisdiksi kita, sehingga kita tidak kecolongan lagi sebagaimana yang terjadi pada kasus Sipadan dan Linggitan, dengan keputusan oleh ICJ bahwa Malaysia lebih dapat menunjukan bahwa mereka lebih menunjukan yurisdiksinya di wilayah tersebut.
Nah pertanyaanya kembali kenapa harus F-16 C/D Block 32 ini ? Selain dari kuantitas yang bisa banyak, disisi lain hal tersebut juga berhubungan dengan masalah logistik. Banyak orang awam memganggap membeli pesawat tempur itu layaknya membeli mobil atau motor bebek, cukup beli pesawat lalu membeli spare part apabila dibutuhkan. Namun kenyataannya tidak seperti itu, agar dapat digunakan secara optimum pesawat tempur membutuhkan fasilitas pemeliharaan, mekanik, pilot, dan spare part untuk pesawat tempur itu sendiri. Beda pesawat tempur tentu membutuhkan kualifikasi mekanik, pilot, fasilitas, dan spare part yang berbeda.
Mengingat bahwa pada dasarnya kita telah memiliki fasilitas pemeliharaan untuk F-16 Block 15 OCU, beserta mekanik dan pilot yang memiliki kualifikasi menerbangkan pesawat tersebut, tentu mengoperasikan F-16 C/D versi Block 32 adalah pilihan terbaik, karena kedua pesawat tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan, degan demikian akan memudahkan pelatihan dan pengenalan pesawat tersebut. Selain itu dengan mengambil opsi untuk mengambil F-16 Block 32 hibah, dan mengupgrade F-16 yang kita miliki, maka akan memudahkan dalam hal perawatan dan dukungan spare part, karena pada dasarnya walau jumlahnya banyak, namun spare part yang perlu disiapkan hanya untuk satu jenis pesawat tempur saja. Hal tersebut akan berbeda apabila kita megoperasikan F-16 Block 50 dan F-16 Block 15 sekaligus, karena dengan demikian kita harus menyediakan spare part yang berbeda, untuk dua jenis pesawat tempur tersebut, terutama pada bagian mesin dan avionik, hal tersebut tentu akan mempersulit kesiapan pesawat tersebut untuk dioperasikan.
Lalu bagaimana dengan embargo ? Ini sepertinya menjadi masalah kedua yang menjadikan banyak orang awam melayangkan komentar miring mengenai pengadaan F-16 ini. Sebenarnya banyak cara mengakali embargo spare part, cara paling lumrah adalah dengan melakukan kanibalisasi, namun ada juga cara lain, yakni dengan melakukan stok spare part atau membeli spare part bukan dari Amerika Serikat. Berhubung terdapat beberapa negara di luar Amerika Serikat yang memiliki kemampuan memproduksi spare part F-16, dan F-16 C/D Block 32 merupakan salah satu jenis F-16 yang paling banyak digunakan, maka tidak sulit menemukan spare partnya. Berbeda dengan pesawat buatan Russia yang penjualan spare partnya juga dimonopoli oleh rosoboron eksport, sehinga walaupun Negara tersebut tidak menjatuhkan sanksi embargo, namun harganya bisa dinaikan dan di turunkan sesuai dengan keinginan perusahaan tersebut, sebagaimana yang dialami oleh AU India yang mengalami kesulitan memperoleh spare part untuk pesawat-pesawat Russia-nya, karena harga spare partnya menjadi sangat mahal.