Mohon tunggu...
Nard Nes
Nard Nes Mohon Tunggu... karyawan swasta -

it's me

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Prasasti

24 September 2012   20:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bagianmu:

Semua punya nama dan makna. semua yang kemarin tak berarti pagi ini menjadi berarti

Penggenggam mantra berbijaksana memberi aku ruang, menyembunyikan bayangan bermata kelam yang menakuti aku dengan bibir merahnya. refleksi tentang cermin retak. ribuan jumlahnya kini.

Tahukah kau, setiap malam embun-embun berumur pendek merayuku, memintaku mengungkapkan misteri dibalik celah batu. batu yang semula kau kira hanya berdiam sepanjang masa.

tapi tidak taukah kau?

Ada pola-pola teridah tergurat disana. celahnya bersuara. mengundang macam-macam lebah bercerita. tentang kisah-kisah sendunya kupu-kupu bersayap patah bercorak biru indigo.

Hanya sepotong kisah yang kau serahkan padaku ketika itu. saat seluruh air diangkasa berjatuhan menghujam permukaan bumi. membasahi aku dan kau yang masih berdiri gamang pada pijakan masing-masing. padahal jarak kita hanya sedepa. dalam rongga berkonotasi rendah.

Kau tahu, aku masih bingung sampai sekarang, bagaimana cara menyelesaikan bagiannya, bagianku. gumpalan kertas merah muda kugenggam erat tapi tetap aku tak mengerti. merasa semuanya benda asing, materi yang sama sekali tak kuketahui namanya, begitupun kau, kau seolah-olah seperti tak pernah kukenal.

Lalu lama-lama rinai menghilang. menyisakan gemerisik bising diantara jarak yang terhampar antara kau dan aku. aku tahu kau pasti tahu tentang hal itu. Dilema yang dipinjamkan Sang Pencipta untuk kita. rintiknya separuh menyejukkan lalu separuhnya lagi menghancurkan.

Ilalang yang terus bergoyang, tak bisa mengingatkan betapa perpisahan dan pertemuan itu lumrah terjadi

Masih ingatkah kau, disana tertulis kulit kayu berpuisi yang engkau tulis hanya untukku, sepertinya untukku

Tamparan ayah memerahkan wajahku lagi tapi puisi-puisi darimu memerahkannya lebih. Apakah kau tahu itu?

Tentang waktu yang tak terpelihara dengan baik. tentang keping kenangan yang tertinggal dan diam-diam mengendap tanpa diperintah. inilah salah satu alasanku agar semuanya takkan pernah terjadi namun nyatanya, semua masih bergulir sesuai aturan. perisaiku berpori lalu melemahkan sifatnya.

Kau pasti lelah merumput padang luas di balik bukit, aku ingin menyusul tapi kau bilang tak usah. lalu alasan apalagi agar aku bisa ikut denganmu?

Sesuatu yang tak bisa kau mengerti tentang dunia ini jika kau terlibat dalam perdebatan dengannya adalah berdamailah bukan menghakiminya dan bukan selalu menuntut jawaban yang kau memulainya menjadi rumit.

Jika kita masih dapat terhubung. aku ingin kita berkomunikasi dua arah, membicarakan semuanya, agar tak ada lagi selubung. meleraikan kabut pagi ini yang terluka dalam heningnya. Barangkali..

Aku harap kau mengerti ini sungguh-sungguh.. "if it ain't broken. don't fix it"

1348512618770439581
1348512618770439581
Ini Bagianku:

134851663425044079
134851663425044079

Pagi ini dingin, sedingin dalam tubuh ini, hanya hangat yang kupinta pada malam.

Lambat juga waktu berjalan, seakan terseok dan menderita, tergeletak lalu akankah mati?

Ketika makna terbentang membawa sepi, melanglang dalam kesunyian jiwa, berlagu riang hiasi tangis.

Menari lalu meloncat, dan mencari sejumput rindu yang tergerai antara riak-riak kehidupan.

Pagi ini dingin, dan tiap asap ini mengepul,...

Satu hayalan berlalu, merintih lalu pergi, mecari makna di tiap ujung hari.

Tiap asap ini mengepul, jiwaku berteriak adilkah jalan ini berpihak, terang lalu gelap, merangkak tertatih-tatih

Tiap asap ini mengepul……

Entah, aku terkapar lunglai

Di relung sebuah ambisi

Mencapai dan mengapai

Kembali berlari dan menari.

Entah, aku mengerang terluka

Direjam duka bermakna

Menapak dan mengganga

Disudut hari-hari tua.

Entah, aku menangis tersedu

Disuatu tempat romansaku

Hening alunan membelai merdu, di ujung puisi biruku.

Tiap asap ini mengepul

Bayangannya menapak, berlari kian kemari, tersenyum lalu menangis. Tinggalkan aku sendiri disini.

Saat kota Yogya bikinku muak

Bikin ku jengah

Bikin aku enggak betah.

13485169201097582231
13485169201097582231

Tepi hutan……………..

nb: semua foto doc pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun