Mohon tunggu...
aji bagus purnomo
aji bagus purnomo Mohon Tunggu... Administrasi - 21 y.o

seorang mahasiswa yang masih newbie dalam dunia literasi dan mencoba peruntungannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup dalam Cangkang

2 Oktober 2019   13:39 Diperbarui: 2 Oktober 2019   13:44 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia, makhluk dengan sejuta opini hasil karsa sang pencipta. Bisa dibilang disinilah titik dimana manusia bisa dibilang unik. Disamping berbagai macam rupa secara fisik rupa secara pemikiran pun setiap individu pasti berbeda. 

Berbicara mengenai pemikiran yang berbeda pastinya dapat dengan mudah kita temui. Hal tersebut tak mengenal status, maksudnya tak perlu menjadi lawan ataupun musuh, antar sahabat hingga antara anak dan orang tua pun pasti memiliki pemikiran idealnya masing-masing terlepas dari benar dan salah

September 2019, mungkin akan terkenang sebagai salah satu momen dimana Indonesia tengah menderita mulai dari bencana kabut asap, sederet rancangan undang-undang kontroversi, hingga isu papua yang semakin berkecamuk. 

Setidaknya hal tersebut yang begitu bergaung selama beberapa pekan ini. Masih hangat dalam ingatan kita tentnunya sebuah gelombang protes besar-besaran yang salah satunya dimotori oleh mahasiswa. 

Sampai di sini apabila kita cermati, di dalam masyarakat terpecah dalam beberapa opini, namun sebelumnya tulisan ini dimaksudkan bukan untuk mencari mana pihak yang benar maupun salah.

Seperti yang kita ketahui di beberapa daerah terjadi bentrokan antara mahasiswa yang berniat menyampaikan aspirasi dengan aparat yang bertugas menjaga keamanan. Beberapa korban pun berjatuhan baik dipihak aparat dan terutama mahasiswa, bahkan kabar terakhir ada mahasiswa yang tertembus timah panas hingga meregang nyawa. 

Tentu sangat disanyangkan tindakan semacam dilakukan oleh aparat yang seharusnya mengayomi. Berselamg beberapa hari demonstrasi berangsur selesai dan menggulirkan berbagai macam opini. 

Baik dari mahasiswa yang masih merasa belum puas dengan apa yang menjadi tuntutan mereka, dari pihak aparat yang merasa cukup bisa mengawal demonstrasi, hingga para anggota dewan maupun pemerintah yang mungkin merasa kepentingannya tertunda.

Hal semacam itu ternyata juga saya temui di sosial media pribadi, dimana memang beberapa kawan ada yang berstatus mahasiswa yang notabennya ikut aksi dan ada beberapa kawan pula yang menjadi aparat dan juga bertugas saat aksi demontrasi terjadi. 

Hal yang cukup menyita perhatian saya adalah opini dari kedua belah pihak, dari pihak mahasiswa begitu menyayangkan tindakan aparat yang begitu arogan terhadap mereka sedangkan dari pihak aparat merasa bahwa mahasiswa juga bersikap arogan sehingga menimbulkan keributan.

Sebenarnya sampai disini kita bisa melihat adanya perbedaan opini, yaitu antara mahasiswa dan aparat. Hal ini terjadi karena perbedaan sudut pandang dan tentunya kepentingan yang berlawanan. 

Jujur posisi saya saat ini berada dalam pihak mahasiswa yang berupaya menyampaikan aspirasi. Apabila saya melihat apa yang dilakukan aparat tentunya bukan sebuah hal yang dapat dibenarkan atas fakta seperti pengeroyokan terhadap peserta aksi hinnga pers dan medis pun turut menjadi korban.

Namun sempatkah terlintas apabila kita berada dalam posisi aparat? 

Itulah yang sempat terjadi ketika saya membaca opini dari kawan aparat saya yang berseberangan, dimana menganggap mahasiswa cenderung mencari masalah. Bukan berarti saya ingin memposisikan diri dengan pemikiran tersebut, namun satu hal yang justru saya sadari ternyata selama ini kita hidup dalam cangkang kita masing-masing.

Tak dipungkiri kalau lingkungan, kawan, bacaan, hingga tontonan maupun tuntunan kita itulah yang membentuk opini atau dengan kata lain itulah cangkang kita dimana bertambahnya hari semakin menciptakan apa yang kita anggap ideal. 

Memang terkesan cangkang tersebutlah yang terkadang menciptakan friksi, karena mungkin selama ini kita tidak tahu apa yang ada dibalik cangkang tersebut, namun bukankah seseorang yang bijak takala mau menengok apa yang ada dalam cangkang lain, bukan berarti menanggalkan idealisme namun agar friksi tak semakin meruncing. 

Meskipun memang dalam kasus di atas antara apa yang dibawa mahasiswa yang mana adalah tuntutan rakyat dan apa yang dilaksanakan oleh aparat adalah tugas dan perintah, namun bukankah kita semua sama-sama manusia yang dikaruniai hati yang selayaknya harus mengasihi satu sama lain tak terkecuali beda posisi.  

Hidup dalam cangkang masing-masing tidak selalu berkonotasi negatif, atau mungkin hal ini yang mampu membuat kita dapat bertahan hidup hingga saat ini. Cangkang inilah yang bisa jadi justru menjadi alasan kita selama ini dalam bertindak, terlepas benar atau salah. 

Namun sekali lagi perlu diingat, bahwasannya kita hidup tidaklah sendiri. Akan selalu ada banyak cangkang lalin diluar sana yang seringkali justru berseberangan dengan kita. 

Sudah menjadi tugas kita menerima perbedaan pola pikir bahkan sudut pandang, serta berdamai dengan hal tersebut. Yang menjadi masalah adalah apabila kita tidak mampu menerima perbedaan tersebut dan hanya menganggap cangkang kita tadi yang paling ideal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun