Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Penyebab "Konotasi" Buzzer Menjadi Negatif

18 Januari 2024   11:07 Diperbarui: 18 Januari 2024   11:09 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian buzzer secara umum diistilahkan sebagai "Pendengung," atau sekelompok orang yang jasanya dibayar untuk memengaruhi publik dengan tujuan tertentu. Kalau ditinjau dari segi fungsinya, konotasi buzzer ini sangatlah positif.

Dalam dunia pemasaran profesi buzzer citranya sangatlah positif, karena fungsinya dalam strategi pemasaran untuk meningkatkan branded awareness dengan memperkenalkannya secara langsung di media sosial. Platform media yang biasanya digunakan adalah, Facebook, Instagram, Twitter (sekarang X), dan platform media sosial lainnya yang dianggap efektif.

Di dunia politik peranan buzzer juga dimanfaatkan. Namun, sayangnya konotasi buzzer dalam kancah politik sangat negatif, hanya pendengung yang menciptakan kegaduhan. Isu-isu yang didengungkan pun bertujuan menyerang lawan. 

Padahal, kalau saja para buzzer politik lebih fokus untuk menaikkan citra Paslon yang didukung, tentunya akan memberikan efek yang baik bagi Paslon. Juga akan menciptakan situasi Pilpres yang kondusif.

Di media sosial, terutama di Tik tok, Youtube dan X, dengungan buzzer politik begitu riuh-rendah. Bahkan, sangat mengganggu kondusifitas situasi dan kondisi media sosial. Ujaran-ujaran kebencian dikumandangkan tanpa etika. Padahal, apa yang dilakukan sama sekali tidak memberikan efek elektoral pada Paslon yang didukung, sebaliknya malah memperburuk citra yang didukung.

Memang tidak semua buzzer politik difungsikan untuk menyerang lawan, ada juga yang berfungsi untuk meningkatkan citra Paslon yang didukung. Ternyata ada beberapa level buzzer yang berdasarkan area/zona dan sesuai bayarannya, sebatas yang saya ketahui antara lain:

1.Zona Putih, fungsinya untuk mengkampanyekan prestasi
2.Zona Hijau, untuk mention lawan
3.Zona Merah, fungsinya menyerang lawan
4.Zona Hitam, fungsinya rangkap, menyerang dan menyerang lawan

Menurut sumber yang patut dipercaya, yang tentunya juga seorang buzzer, tarif bayaran buzzer di Zona Hitam bayarannya paling mahal. Sementara buzzer di zona putih dibayar seadanya. Sayangnya tidak disebutkan berapa bayaran yang diterima.

Bedanya Buzzer Pemasaran dengan Buzzer Politik

Buzzer di dalam dunia pemasaran jauh lebih efektif fungsinya, karena meningkatkan branded awareness sebuah produk. Sehingga brand dan citra produk akan semakin dikenal masyarakat. Dengan demikian citra produknya akan meningkat, begitu juga dengan penjualannya. Buzzer hanya fokus pada produk yang akan dikampanyekan, tidak menyerang produk yang sejenis untuk menaikkan citra produk yang dikampanyekan.

Lain halnya dengan Buzzer Politik di setiap Pilpres, sedikit sekali buzzer zona putih yang berfungsi menaikkan citra Paslon yang didukung. Yang lebih dominan buzzer zona merah dan hitam, dengungannya malah menjadi "spam" di media sosial. Sehingga konotasi buzzer tersebut sangat negatif. 

Efektifkah kehadiran buzzer politik dalam mengkampanyekan Paslon Capres-Cawapres di Pilpres?

Secara elektoral tidak berpengaruh besar, karena elektabilitas Paslon yang didukung tidak naik secara signifikan. Bahkan, apa yang didengungkan buzzer di media sosial berimplikasi terhadap turunnya elektabilitas Paslon yang didukung, karena apa yang didengungkan hanyalah pengulangan tentang keburukan lawan yang sudah diketahui publik.

Semestinya Tim Sukses setiap Paslon yang memanfaatkan jasa buzzer, mengevaluasi kinerja buzzer yang di-hire. Seberapa besar pengaruh kerja buzzer terhadap Paslon yang didukung? Seberapa besar efeknya terhadap elektabilitas Paslon Capres-Cawapres? Kalau cuma bikin ramai media sosial  karena dengungannya, akibatnya sangat negatif bagi Paslon Capres-Cawapres yang didukung.

Tanggapan Tokoh Terhadap Keberadaan Buzzer Politik

Kwik Kian Gie, tokoh ekonomi Indonesia, merasa ketakutan untuk mengemukakan pendapat yang berbeda. Pasalnya, setelah pendapat atau kritik itu terucap, ia diserang habis-habisan oleh para buzzer.

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dng maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di- buzzer habis2an, masalah pribadi diodal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik2 tajam. tidak sekalipun ada masalah," tulis Kwik melalui akun Twitter-nya. (Sumber) 

Pada Pilpres 2024, sebagian besar buzzer Jokowi yang dianggap sangat menakutkan Kwik Kian Gie ini, menjadi buzzer pasangan Ganjar-Mahfud. Jadi pak Kwik tidak perlu lagi takut bersuara, asalkan tidak mengkritisi Ganjar-Mahfud.

Sama seperti Kwik Kian Gie, budayawan Sujiwo Tejo pernah gerah dengan Buzzer Jokowi, beberapa kali mencuit soal buzzer. Menurutnya, niat warga melempar kritik ke pemerintah (government) bisa surut gara-gara resah dengan serangan buzzer.

"Masyarakat tadinya sudah aktif menyampaikan kritik ke government tapi langsung diserang oleh buzzer. Kritik berupa pikiran dan sikap dibalik dengan serangan pribadi yang sering tanpa bukti. Plus makian-makian," kata Sujiwo Tejo saat berbincang, Selasa (9/2/2021).

"Akibatnya banyak yang akhirnya jadi malas mengritik, bukan karena takut buzzer tapi risih saja dengan kata-kata mereka yang tak senonoh," sambung penulis buku 'Tuhan Maha Asyik' ini. (Sumber)

Silahkan pembaca mengambil kesimpulan sendiri dari sudut pandang masing-masing, seberapa positifnya keberadaan buzzer? Terutama keberadaan buzzer politik di ranah media sosial. Masihkah cara-cara kampanye negatif seperti itu digunakan disetiap Pilpres berlangsung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun