Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aksi Terorisme Jangan Cuma Dikutuk

29 Maret 2021   13:49 Diperbarui: 29 Maret 2021   13:55 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap aja kejadian aksi terorisme, reaksi kita tetap sama, secara beramai-ramai hanya mengutuk, dan terorisme tetap terus ada. Lantas efektifkah hanya mengutuk aksi tersebut?

Negara ini punya pemerintahan, ada yang yang bertanggung jawab secara khusus terhadap penanggulangan aksi terorisme, dan ada anggaran untuk penanggulangannya. Tapi kok aksi terorisme tidak bisa dibasmi? Minimal ada tindakan antisipasi.

Capek gak sih dengan situasi yang sama terus berulang, dan respon terhadap aksi tersebut tetap sama. Ramai-ramai mengutuk aksi tersebut, yang tidak mengutuk seolah-olah dianggap berpihak terhadap aksi tersebut, dan menyukai dengan aksi terorisme.

Yang benar aja, masak sih ada yang mendukung aksi terorisme, selain daripada pihak yang memang merencnakan aksi tersebut? Saya rasa tidak ada yang mendukung aksi seperti itu, karena aksi terorisme mengancam kita bersama, dan musuh kita bersama.

Rerata masyarakat sudah tahu, bahwa Bomber itu karakteristik dan latar belakangnya hampir sama semua. Korban doktrin sesat, dicekoki agama tanpa ilmu, sehingga seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

Rerata bomber itu orang yang linglung dalam beragama, karena beragama tanpa akal, hanya mengandalkan nafsu semata. Yang jelas rerata anti sosial, sehingga membuat jarak dengan masyarakat pada umumnya, makanya mudah untuk dicekoki doktrin sesat.

Aksi Bomber di Gereja Katedral, Makasar (28/3/2021), menurut Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta, mirip dengan aksi ledakan bom Surabaya 4 tahun lalu, dan aksi ledakan bom di Polretabes Medan.

Kemiripan yang dimaksudkan oleh Stanislaus adalah sama-sama aksi bom bunuh diri. Indetifikasi para pelakunya pun mengarah pada jaringan yang sama, bahwa pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar adalah dari  kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

"Karakteristik antara 3 kejadian yang sudah terjadi di Indonesia mulai dari gereja di Surabaya pada 4 tahun lalu dan ledakan di Polrestabes Medan belum lama ini juga yang terakhir adalah peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar. Benang merahnya adalah sama-sama menggunakan motif karakteristik bom bunuh diri. Ini ciri khas dari JAD," kata Stanislaus Riyanta kepada Arahkata, Senin, 29 Maret 2021. (Sumber) 

Bisa jadi hasil pengamatan Stanislaus mengandung kebenaran, meskipun keterangan dari pihak kepolisian belumlah final. Kalau acuannya melihat dari karakteristik kejadian yang sama, tingkat akurasi pengamatan tersebut sangat mendekati kebenaran, karena memang sel-sel jaringan ini sepertinya masih terus hidup.

Kalau melihat dari kronologis kejadian aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar, pihak keamanan Gereja yang pasang badan untuk menghalangi teroris masuk ke halaman Gereja. Pertanyaannya, dimana aparat keamanan saat terjadinya aksi tersebut? Bukankah biasanya selalu siap siaga disaat ada perayaan khusus. 

Saya sangat yakin, kalau pun terjadi lagi aksi serupa di kemudian hari, reaksi dan respon kita pastinya tetap sama, mengutuk terjadinya aksi tersebut, lagi-lagi, dan lagi kita cuma bisa mengutuk, tidak tahu harus melakukan apa, agar kasus serupa tidak terjadi lagi.

Kalau saja dengan mengutuk kejadian tersebut, dan pelakunya bisa menjadi batu, atau jaringan teroris tersebut bisa mati kutu, mungkin cukup dengan mengutuk, maka kejadian tersebut tidak terjadi lagi.

Himbauan pemerintah dan MUI, agar tidak mengaitkan aksi bomber tersebut dengan suatu agama juga tidak efektif, karena pada kenyataannya para pelaku bomber tersebut menggunakan identitas agama.

Teror memang tidak punya agama, tapi pelaku teror tentulah beragama dan punya agama. Padahal, agama apa pun tidak mengajarkan untuk membunuh dan berbuat kekerasan, tapi realitanya para bomber itu adalah bagian dari jaringan yang sama.

Lebih efektif kalau MUI bekerjasama dengan pemerintah, untuk ikut memerangi terorisme, dari pada MUI memosisikan diri sebagai oposisi pemerintah, malah terasa tidak jelas relasi secara politiknya.

MUI harusnya mampu ikut menekan tumbuhnya jaringan seperti JAD tersebut, dengan menurunkan ulama-ulama yang memang layak dikedepankan kehadapan masyarakat. Dari pada MUI cuma seperti menara gading yang didirikan tanpa jelas apa peranannya untuk kemaslahatan umat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun