Lamanya pengusutan kasus penganiayaan terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan, mengindikasikan kasus ini adalah kasus yang luar biasa. Kapolri pun sudah berganti, namun kasus ini tetap saja tidak tuntas hasilnya.
Sekalipun kedua tersangka penyiram Novel Baswedan dengan air keras, sudah menjadi terdakwa, namun tetap saja kasus ini penuh dengan tanda tanya, bahkan terkesan sebagai sebuah Sandiwara yang tidak layak dipertontonkan.
Baru sekali ini terjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) meringankan tuntutannya terhadap terdakwa, biasanya JPU selalu menuntut terdakwa dengan hukuman seberat-beratnya. Ini salah satu kejanggalan yang diperlihatkan secara nyata.
JPU meringankan tuntutan atas dasar fakta di persidangan, yang menurut tafsirnya, terdakwa tidak sengaja, atau tidak berniat untuk melukai target sasarannya, yakni Novel Baswedan. Tidak niat melukai, tapi kenapa pakai air keras?
Kalau memang tidak berniat, kenapa terdakwa sudah mengintai korban? Kejadian yang dialami korban, bukanlah sesuatu yang terjadi tiba-tiba, tapi memang sudah direncanakan dan korban diintai aktivitas sehari-harinya.
Pengadilan terhadap kedua terdakwa banyak kejanggalan, secara kronologis sidang yang terjadi sudah diarahkan untuk meringankan terdakwa. Pertanyaannya, kenapa terdakwa harus diringankan hukumannya? Siapa sebetulnya kedua terdakwa tersebut.
Padahal tindakannya secara hukum sudah jelas-jelas merugikan korban. Novel mengalami cacat permanen, artinya perbuatan terdakwa sudah mencelakai orang lain, dan mengancam keselamatan orang lain.
Kekecewan kedua terdakwa terhadap Novel Baswedan, yang dianggap sudah menghianati institusi Polri pun tidal masuk diakal. Adakah orang yang mau mengorbankan dirinya untuk dipenjara, hanya karena sakit hati? Apalagi latar belakangnya tidak ada kaitannya dengan dirinya.
Masak iya sih seseorang yang sudah mencelakai orang lain, sampai cacat secara permanen, sementara perbuatan tersebut dilakukan karena tidak sengaja. Apakah masuk akal pledoi terdakwa di pengadilan?
Berdasarkan gambaran rekonstruksi kejadian, terlihat kalau terdakwa dengan sengaja menyiramkan air keras ke wajah Novel Baswedan. Apakah JPU tidak mempertimbangkan rekonstruksi kejadian tersebut, dan hanya mendengar pledoi terdakwa di persidangan.
Atas dasar pledoi yang di kemukakan kedua terdakwa, sehingga JPU perlu mengubah pasal tuntutan, dari pasal 355 menjadi pasal 353, dari pasal yang tuduhan perencanaan, menjadi pasal yang tidak berniat merencanakan. Inikan sangat aneh, JPU meringankan terdakwa.
Kalau benar terdakwa tidak berniat, dan tidak sengaja menyiramkan air keras ke wajah korban, pastinya sampai hari ini Novel akan baik-baik saja, dia tidak akan mengalami cidera permanen. Masak sih hal seperti itu tidak menjadi pertimbangan tuntutan Jaksa?
Atau jangan-jangan kedua terdakwa bukan pelaku sebenarnya, sehingga JPU perlu meringankan tuntutan kepada kedua terdakwa. Kalau benar seperti itu, berarti ada pelaku lain selain kedua pelaku yang sudah menjadi terdakwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H