Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Harun Masiku, Ruslan Buton, dan Represi Pemerintah Versi Koran Tempo

1 Juni 2020   20:50 Diperbarui: 1 Juni 2020   22:47 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi: Koran Tempo

Susah mau bilang apa soal belum ditangkapnya Harun Masiku, karena preseden yang diakibatkannya sangat buruk bagi penegakan hukum, dan attitude pemerintah.

Tidak bisa disalahkan juga kalau ada pertanyaan siapa yang lebih pantas ditangkap Ruslan Buton atau Harun Masiku? Meskipun keduanya tidak bisa dibandingkan, karena dalam kasus yang berbeda.

Namun secara tindakan hukum, ternyata menangkap orang-orang yang menyerang pemerintah, lebih mudah dibandingkan menangkap seorang koruptor. Timbul pertanyaan, kenapa koruptor lebih dilindungi ketimbang yang melawan pemerintah.

Apa sih susahnya menangkap seorang Harun Masiku? Bukankah aparat keamanan kita selama ini sangat mudah menangkap siapa pun yang melakukan kejahatan, tidak terkecuali pelaku terorisme.

Ini PR yang sangat berat bagi aparat penegak hukum, juga bagi negara untuk membuktikan bahwa negara kredibel dalam penegakan hukum, dan menunjujung tinggi upaya penegakan hukum.

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan selalu muncul dimasyarakat, ketika ada pelaku kejahatan yang begitu mudah ditangkap, dan selamanya akan dibandingkan dengan ketidakberdayaan aparat hukum dalam menangkap Harun Masiku.

Munculnya pertanyaan semacam itu akan menggerus wibawa pemerintah dalam hal penegakan hukum. Presedennya memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dalam hal penegakan hukum.

Hukum tidak bisa tebang pilih, tumpul keatas, dan tajam kebawah. Realitas ini tidak bisa diabaikan. Kesigapan aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsinya, akan sangat berpengaruh pada kinerja pemerintah.

Juga terkait teror/intimidasi terhadap kalangan akademis, yang melaksanakan diskusi di kampus UGM, yang masih hangat menjadi pembicaraan publik.

Kalau pemerintah tidak bisa mengungkapkan siapa pelaku teror atau yang mengintimidasi, maka pemerintah akan menjadi objek tertuduh. Ini pun menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.

Kita pernah dihadapkan kasus yang hampir mirip dengan itu, yakni pengakuan Ratna Sarumpaet, yang mengaku dianiaya oleh orang tidak dikenal. Pada akhirnya hanya "playing victim", karena Ratna mengaku hanya berbohong.

Bisa saja apa yang dialami dosen narasumber dalam diskusi UGM adalah benar, dan memang ada pihak yang meneror dan mengancamnya, tapi secara hukum harus bisa dibuktikan oleh aparat keamanan.

Efeknya kalau tidak segera dibuktikan, maka pemerintah bisa dianggap sebagai pelaku teror dan intimidasi terhadap kalangan akademisi. Bahkan media sekelas Koran Tempo sudah men-judge pemerintah secara tersyirat bertindak represi. 

Illustrasi: Koran Tempo
Illustrasi: Koran Tempo

Berani memajang illustrasi gambar mengidentikkan Presiden Jokowi dengan narasi yang mengisyaratkan Represi. Inikan tindakan yang sudah mendahului proses hukum, secara hukum belum dibuktikan siapa pelaku intimidasi, media sudah menganggap pemerintah melakukan tindakan represif.

Pemakzulan Presiden bukan cuma wacana dari panggung-panggung diskusi, tapi sudah digerakkan secara terstruktur dan masif, hanya menunggu "trigger" oleh para gerilyawan yang memang sudah menghendakinya.

Persoalan penegakan hukum bisa menjadi trigger, kalau pemerintah tidak mewaspadainya. Soal penangkapan Ruslan Buton, menjadi titik fokus para penyerang pemerintah, dan menjadikannya momentum untuk melakukan pressure terhadap pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun