Apa bedanya orang-orang seperti ini dengan buzzer? Gak ada bedanya, hanya saja beda yang bayar, dan beda kepentingan. Merasa lebih terhormat dari pada buzzer, tapi sejatinya mereka pun menggadaikan kehormatannya kepada yang bayar.
Bedanya lagi, kalau buzzer pemerintah dibayar pakai rupiah, sementara mereka dibayar pakai dollar, itu kalau mereka dimanfaatkan oleh kepentingan pihak asing yang memang tidak berkenan dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Pada dasarnya sama-sama pendengung, hanya saja beda mendengung untuk siapa. Kepada publik mengatasnamakan kepentingan bangsa dan negara, tapi secara tindakan tetap saja atas nama kepentingan pribadi, kelompok, bahkan kepentingan politik yang membayar mereka.
Sebagai kritikus, harus juga siap secara mental untuk dikritik, jangan egois menganggap yang mengkritik sebagai buzzer. Tidak semua orang yang mengkritisi pengeritik pemerintah itu adalah buzzer.Â
Kalau Anda setiap hari mengkritisi pemerintah, yang melihat juga akan kurang berkenan dengan perilaku Anda.
Ketika menjadi pejabat publik, tidak bisa membuktikan kemampuannya, begitu dipecat malah tidak terima. Kalau memang kredibel, buktikan saat masih menjabat, bahwa Anda memang layak dipertahankan.
Tidak etis seorang pejabat publik malah mengkritisi atasannya sendiri, kalau ada yang kurang berkenan dengan kebijakan atasan, berikan masukan dengan cara dan etika yang lebih beradab, bukan berkoar-koar dimedia, itu sama halnya dengan meludahi periuk nasi sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H