Sebetulnya sebagai penulis, secara pribadi tidak punya kepentingan membela pemerintah, karena bagian dari pemerintah pun tidak, apa lagi sebagai buzzer yang dibayar pemerintah.
Cuma kadang tergelitik aja sama ocehan para pengeritik pemerintah, yang kadang tidak objektif, tidak mau lebih mengedepankan data juga fakta, dan cuma bisa mengkritisi tanpa pernah bisa memberikan solusi.
Selain itu, yang lebih mengemuka dalam setiap pembahasannya hanyalah kebencian terhadap pemerintah. Kebencian itu dikemukakan secara berulang-ulang, sehingga terkesan pemerintah tidak ada sisi baiknya dimata mereka.
Itulah pada akhirnya membuat penulis mengkritisi para pengeritik pemerintah. Penulis sendiri juga suka mengkritisi pemerintah, ketika kebijakan yang dikeluarkan dianggap tidak memberikan banyak manfaat, atau merugikan masyarakat.
Tapi ketika banyak hal yang dilakukan  pemerintah bermanfaat bagi masyarakat, penulis pun tidak segan-segan untuk memberikan  apresiasi. Wajar saja sih kalau sebagai bagian dari masyarakat kita melaksanakan fungsi kontrol yang memang harus dijalankan.
Yang lebih membuat prihatin, orang-orang yang pernah mengecap manisnya duduk di pemerintahan, atau pernah menjadi pejabat publik, namun ketika dicopot dari jabatannya dikarenakan sesuatu hal, berbalik memusuhi pemerintah secara membabi-buta.
Di luar pemerintahan, mereka berada dalam satu barisan, seperti koor paduan suara yang kompak menyuarakan kebenciannya pada pemerintah, dan dengan entengnya mengklaim sebagai intelektual yang berhak mengkritisi pemerintah, namun menolak untuk dikritik.
Kalau ada yang mengkritisi perilaku mereka, maka dianggap sebagai buzzer, alangkah naifnya kalau seorang intlektual begitu otoriter, dan begitu besar keakuannya, seakan-akan mereka penyuara kebenaran satu-aatunya.
Mereka ini sama halnya dengan para social justice warrior (SJW), yang memosisikan diri sebagai oposisi pemerintah, egois dan mau menang sendiri. Dimata mereka pemerintah gak ada benarnya, padahal apa yang mereka lakukan sendiri belum tentu benar.